Radhouane Nouicer, yang ditunjuk setahun yang lalu, menuntut keadilan atas berbagai pelanggaran yang tercatat sejauh ini.
“Ketika pertikaian antara SAF dan RSF menyebar ke seluruh negeri, pelanggaran hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional terus berlanjut. Sangat penting bagi para pemimpin kedua belah pihak untuk menunjukkan kemauan politik yang lebih besar untuk mengakhiri kekerasan dan membungkam senjata,” katanya.
“Dalam pertemuan rutin saya dengan perwakilan masyarakat sipil Sudan, saya telah mendengar laporan mengerikan mengenai penderitaan manusia, termasuk ratusan kasus dugaan penghilangan paksa dan beberapa kasus penahanan sewenang-wenang oleh kedua pihak dalam konflik,” tambahnya.
Meningkatnya kekerasan etnisNouicer juga menyatakan kekhawatirannya atas meningkatnya kekerasan bermotif etnis dan ujaran kebencian, khususnya di wilayah Darfur, di mana RSF dan milisi Arab sekutunya menargetkan komunitas Masalit Afrika.
Laporan mengenai wajib militer anak-anak dan mobilisasi warga sipil ke dalam kelompok perlawanan “populer” juga sangat memprihatinkan.
Secara keseluruhan, lebih dari 25 juta warga sipil – termasuk lebih dari 14 juta anak-anak – membutuhkan bantuan dan perlindungan kemanusiaan.
Ada juga laporan yang sangat meresahkan mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan, yang sebagian besar diduga dilakukan oleh anggota RSF dan milisi sekutu mereka.
Sebuah kantor bantuan, yang menyimpan imunisasi, obat-obatan dan barang-barang rantai dingin lainnya, setelah digerebek di tengah konflik yang sedang berlangsung di Darfur barat. (April 2023)
‘Ini tidak boleh dilanjutkan’“Sudan – negara paling subur – kehabisan makanan, dan jutaan orang menghadapi kelaparan akut, namun meskipun kebutuhannya sangat besar, penyaluran bantuan masih sangat menantang karena permusuhan yang terus berlanjut, ketidakamanan yang terus-menerus, serangan terhadap pekerja kemanusiaan dan hambatan birokrasi,” kata Mr. .Kata Nouicer.
