Aulanews.id – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kembali menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik terhadap tujuh komisioner KPU RI di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Jumat (22/9/2023). Pemeriksaan kali ini terkait dengan penyusunan regulasi yang mengatur cara menghitung kuota bakal calon anggota legislatif (caleg) perempuan minimal 30 persen.
DKPP diminta memberhentikan secara permanen seluruh komisioner KPU RI karena diduga telah melanggar prinsip kemandirian dalam membuat regulasi yang mengurangi keterwakilan caleg perempuan pada Pemilu 2024. Permintaan tersebut merupakan petitum dari para pengadu, yang dibacakan dalam sidang pemeriksaan perdana perkara dugaan pelanggaran kode etik tujuh komisioner KPU RI.
“Menyatakan teradu 1 sampai 7 melakukan pelanggaran-pelanggaran kode etik berat dan telah melanggar pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu 1 sampai 7,” kata Direktur Eksekutif INFID Iwan Misthohizzaman, yang merupakan salah satu pengadu dalam perkara ini, Jumat (22/9/2023).
Selain Iwan, ada empat orang lain yang bertindak sebagai pengadu dalam perkara ini. Dua di antaranya Widyaningsih (anggota Bawaslu 2008-2012) dan Hadar Nafis Gumay (direktur eksekutif NetGrit sekaligus eks komisioner KPU RI). Adapun teradu adalah Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dan enam komisioner KPU RI lainnya, yakni Idham Holik, August Mellaz, Yulianto Sudrajat, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, dan Mochammad Afifuddin.
Perkara ini merupakan buntut dari polemik bunyi Pasal 8 Ayat 2 dalam Peraturan KPU (PKPU) 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD. Pasal itu mengatur cara menghitung kuota minimal 30 persen caleg perempuan yang diajukan setiap partai politik di setiap dapil.
Pasal 8 Ayat 2 itu menyatakan bahwa apabila penghitung kuota 30 persen menghasilkan dua angka di belakang koma tak mencapai 50, dilakukan pembulatan ke bawah. Problemnya, pendekatan pembulatan ke bawah itu membuat jumlah bakal caleg perempuan tidak sampai 30 persen per partai di setiap dapil, sebagaimana diamanatkan UU Pemilu.
Hadar mengatakan, ketentuan pembulatan ke bawah itu mengakibatkan 17 partai politik tidak memenuhi kuota 30 persen caleg DPR RI perempuan di 290 dapil pada tahap pengajuan. Di tingkat DPRD provinsi, ada 860 dapil yang tidak mencapai 30 persen kuota perempuan. Sedangkan di tingkat DPRD kabupaten/kota, terdapat 6.821 dapil yang jumlah caleg perempuannya tidak memenuhi kuota 30 persen. Hadar mendapatkan data tersebut dari laman resmi KPU RI.
Hadar menyebut, tidak terpenuhinya kuota 30 persen caleg perempuan itu juga tampak dalam daftar calon sementara (DCS) anggota DPR. “Di dapil saya, Dapil Jakarta II, ada enam partai politik yang calon perempuannya dalam daftar masing-masing kurang dari 30 persen,” ujar Hadar dalam persidangan, Jumat (22/9/2023).
Sementara, Komisioner KPU RI August Mellaz membantah bahwa pihaknya tidak mandiri dalam membuat kebijakan pembulatan ke bawah tersebut. Mellaz menegaskan, persetujuan KPU dalam rapat konsultasi perancangan PKPU dengan DPR bukanlah bentuk ketidakmandirian.
“Kemandirian atau independensi tidak bisa dinilai dari apakah KPU menerima atau tidak usulan dalam merancang kebijakan. Tapi, harus dilihat dari proses pengambilan kebijakannya,” ujar Mellaz.
Dengan sejumlah bantahan tersebut, semua komisioner KPU RI kompak meminta majelis hakim DKPP menyatakan mereka tidak melanggar kode etik. DKPP belum membuat putusan atas perkara ini karena sidang pemeriksaan masih akan berlanjut.(Vin)