Pasal 8 Ayat 2 itu menyatakan bahwa apabila penghitung kuota 30 persen menghasilkan dua angka di belakang koma tak mencapai 50, dilakukan pembulatan ke bawah. Problemnya, pendekatan pembulatan ke bawah itu membuat jumlah bakal caleg perempuan tidak sampai 30 persen per partai di setiap dapil, sebagaimana diamanatkan UU Pemilu.
Hadar mengatakan, ketentuan pembulatan ke bawah itu mengakibatkan 17 partai politik tidak memenuhi kuota 30 persen caleg DPR RI perempuan di 290 dapil pada tahap pengajuan. Di tingkat DPRD provinsi, ada 860 dapil yang tidak mencapai 30 persen kuota perempuan. Sedangkan di tingkat DPRD kabupaten/kota, terdapat 6.821 dapil yang jumlah caleg perempuannya tidak memenuhi kuota 30 persen. Hadar mendapatkan data tersebut dari laman resmi KPU RI.
Hadar menyebut, tidak terpenuhinya kuota 30 persen caleg perempuan itu juga tampak dalam daftar calon sementara (DCS) anggota DPR. “Di dapil saya, Dapil Jakarta II, ada enam partai politik yang calon perempuannya dalam daftar masing-masing kurang dari 30 persen,” ujar Hadar dalam persidangan, Jumat (22/9/2023).
Sementara, Komisioner KPU RI August Mellaz membantah bahwa pihaknya tidak mandiri dalam membuat kebijakan pembulatan ke bawah tersebut. Mellaz menegaskan, persetujuan KPU dalam rapat konsultasi perancangan PKPU dengan DPR bukanlah bentuk ketidakmandirian.
“Kemandirian atau independensi tidak bisa dinilai dari apakah KPU menerima atau tidak usulan dalam merancang kebijakan. Tapi, harus dilihat dari proses pengambilan kebijakannya,” ujar Mellaz.
Dengan sejumlah bantahan tersebut, semua komisioner KPU RI kompak meminta majelis hakim DKPP menyatakan mereka tidak melanggar kode etik. DKPP belum membuat putusan atas perkara ini karena sidang pemeriksaan masih akan berlanjut.(Vin)