<strong>Aulanews.id</strong> - Meski harus menelan kekalahan dari Kroasia namun Maroko patut mendapat apresiasi. Mampu bertahan hingga babak semifinal bukan sebuah proses yang mudah bagi sebuah negara yang belum mempunyai sejarah panjang dalam kompetisi piala dunia. Melihat rekam jejak Kroasia yang berhasil menjadi runner-up di Piala Dunia Rusia 2018 dan peringkat tiga pada Piala Dunia 1998, tentu Kroasia bukan tim yang mudah ditaklukkan. Bicara sepak bola bukan hanya berbicara taktik, skill, dan keberuntungan. Ada faktor sejarah yang punya andil besar sebagai penentu kemenangan. Itulah mengapa selama ini puncak kompetisi hanya didominasi oleh negara tertentu saja. Wakil eropa kalau tidak Perancis, Jerman, Italia, dan Kroasia. Dari Amerika latin hanya Brazil, Argentina, Meksiko, dan Portugal. Sebagai tuan rumah perhelatan Mondial, Qatar menjadi saksi sejarah baru bagi persepak bolaan di jazirah Arab. Disadari atau tidak dengan dipilihnya Qatar sebagai penyelenggara piala dunia selain membawa atmosfer baru juga merupakan embrio menuju kebangkitan perkembangan sepak bola timur tengah. Setidaknya empat sampai lima tahun ke depan euforia piala dunia Qatar masih akan terus terasa. Sesuai dengan yang pernah Gus Dur ramalkan, pasca tahun 2000-an sepak bola Asia & Afrika akan menuju puncak kejayaan. Terbukti tim Asia dan Afrika seperti Korsel, Jepang, dan Maroko bisa menggebrak negara negara papan atas. Belum lagi saat ini banyak klub-klub besar Eropa yang saham kepemilikannya dikuasai oleh orang asia khususnya Taipan & Timur Tengah. Sebuah kekuatan besar dari Asia sedang tumbuh dan berkembang di industri sepak bola dunia.<!--nextpage--> Benar, Maroko sebagai wakil dari Afrika dan Arab belum berhasil menyabet juara tiga di Mondial tahun ini. Namun diyakini setelah pencapaian Maroko di semifinal, akan banyak negara Arab yang terpacu untuk lebih concern kepada perkembangan sepak bola. Setelah ini aura kompetisi diramalkan akan berubah. AFF dan Piala Afrika akan semakin panas dan menarik. Belum lagi pada liga lokal. Untuk kompetisi liga, Arab Saudi dan Mesir mungkin sedikit lebih unggul dibanding negara Arab lainnya. Persaingan antara Al Shabab dengan Al Nassr di Arab Saudi atau Al Ahli dengan Zamalek di Mesir harusnya bisa merata terjadi di seluruh liga lokal Timur Tengah. Baru-baru ini Al Nassr menjadi perbincangan dunia dengan memberikan tawaran transfer fantastis kepada Christiano Ronaldo. Pun juga dengan yang terjadi di Liga Mesir, Al Ahli selalu mengundang tim besar eropa seperti Barcelona FC atau Real Madrid untuk bermain bersama dalam setiap perayaan ulang tahunnya. Persaingan sengit antara Al Ahli dengan Zamalek tidak hanya terjadi di dalam lapangan hijau. Di luar lapangan bahkan di kehidupan sehari hari masyarakat Mesir bukan barang tabu untuk menanyakan anda Ahlawi (pendukung Al Ahli) atau Zamalkawi (pendukung Zamalek). Hal seperti ini sah saja terjadi dalam dinamika sepak bola, tentunya jika diimbangi dengan prestasi yang cemerlang. Bukan tidak mungkin beberapa tahun ke depan persepakbolaan di Timur Tengah akan menjelma menjadi sebuah industrip besar yang akan dilirik oleh dunia. Mabruk lil Maghrib (Maroko), Mabruk lil Arab. *Mondial istilah bahasa arab untuk menyebut Piala Dunia. Di adopsi dari bahasa Perancis.<!--nextpage--> Penulis: Syauqi Habibie / Penikmat bola Timteng
