Aulanews.id – Mohammad Ghobadlou, 23, yang dilaporkan memiliki kondisi kesehatan mental, ditangkap pada September 2022 karena menabrak seorang polisi dan membunuhnya selama demonstrasi di dekat ibu kota, Teheran.
Ribuan orang di seluruh negeri turun ke jalan setelah kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi awal bulan itu. Dia telah ditahan oleh polisi moral Iran yang menuduhnya mengenakan jilbab secara tidak pantas.
Ghobadlou didakwa melakukan “korupsi di muka bumi” dan dijatuhi hukuman mati.
Melawan hukuman mati“Kami terus menentang dan mengutuk penggunaan hukuman mati,” kata Juru Bicara PBB Stéphane Dujarric, menanggapi pertanyaan wartawan dalam laporan hariannya dari New York.
Empat ahli yang ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB juga mengecam keras eksekusi Ghobadlou, yang menderita “cacat psikologis jangka panjang”.
Mereka mengeluarkan pernyataan yang mendesak Iran untuk menghormati hukum internasional dan menghentikan “eksekusi mengerikan” terhadap para pengunjuk rasa.
Akses ke pengacara ditolak“Kami khawatir dengan laporan mengenai proses peradilan yang tidak adil dalam kasus Tuan Ghobadlou, serta dalam kasus-kasus lainnya, yang jauh dari proses hukum dan standar peradilan yang adil yang disyaratkan oleh hukum hak asasi manusia internasional yang terikat dengan Iran,” mereka dikatakan.
Para ahli hak asasi manusia juga menyatakan keprihatinan yang serius atas laporan yang dapat dipercaya bahwa orang-orang yang dieksekusi tidak diberi akses terhadap pengacara selama penahanan dan persidangan mereka.
“Kami terkejut bahwa pihak berwenang tetap melanjutkan eksekusi meskipun faktanya Tuan Ghobadlou dan pengacaranya tidak memiliki informasi tentang dasar hukum atas rencana eksekusi tersebut,” kata para ahli.
