Sikap toleransi itu harus terpelihara agar tidak mudah dipecah belah dan diadu domba. Hal ini penting ditekankan di saat menghadapi tahun politik yang penuh dinamika. “Kita tidak boleh menganggap hanya kelompok kitalah yang paling benar, sementara kelompok lain itu salah,” tegasnya.
Menurut Zainut, di dalam internal umat Islam saja punya banyak perbedaan. Baik perbedaan mazhab, organisasi, bahkan pilihan politiknya. Perbedaan-perbedaan itu diperbolehkan selama tidak menyinggung permasalahan pokok atau ushul agama. “Ada yang pakai qunut ada yang enggak, ada yang memelihara jenggot ada yang enggak, ada yang bercelana cingkrang ada yang enggak, perbedaan-perbedaan furuiyah itu diperbolehkan,” ujarnya.
Zainut mencontohkan, para ulama terdahulu seperti Imam Syafii pernah berbeda pandangan dalam banyak hal dengan gurunya, Imam Malik. Salah satunya, Imam Syafii mengajarkan qunut saat subuh, sementara Imam Malik tidak. Tetapi, ketika Imam Syafii datang ke kotanya Imam Malik, kata Zainut, beliau tidak pakai qunut karena beliau menghormati gurunya. “Kecuali jika sudah menyinggung permasalahan ushul, seperti ada nabi setelah Nabi Muhammad, baru kita persoalkan, karena itu bukan lagi perbedaan, melainkan penyimpangan,” katanya.(MG2/Vin)