Ternyata Ini Pencetus Pertempuran 10 November, Intip Profilnya!

Ilustrasi pertempuran 10 November. (Foto: YouTube)
Ilustrasi pertempuran 10 November. (Foto: YouTube)

Aulanews.id – Selama ini banyak orang yang hanya mengenal Bung Tomo sebagai tokoh sentral dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Tokoh sentral dalam pertempuran itu yang sebenarnya ialah Gubernur Suryo, gubernur pertama Provinsi Jawa Timur. Alasannya, yakni karena keputusan final akan menghadapi atau menyerah kepada tentara Inggris ada pada Gubernur Suryo sebagai pemimpin tertinggi di Jawa Timur. Dan Gubernur Suryo akhirnya memilih untuk melawan tentara Inggris.

Melalui pidatonya yang disiarkan oleh Radio Nirom (Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij), ia menyerukan arek-arek Surabaya untuk melawan pasukan Inggris sampai titik darah penghabisan.

Profil Gubernur Suryo

Dikutip dari buku “Kumpulan Pahlawan Indonesia” karya Mirnawati (2012), nama asli Gubernur Suryo ialah Raden Mas Tumenggun Ario Suryo. Ia lahir pada 9 Juli 1898 di Magetan, Jawa Timur. Ayahnya adalah Ajun Jaksa di Magetan bernama Raden Wiryo Sumarto. Ibunya, Raden Ayu Kustiah, yang masih terhitung keturunan seorang panglima perang di Ponegoro yang gagah berani, yakni Raden Ronggo Prawirodirjo.

Pada 1918, ia berhasil menamatkan pendidikannya di OSVIA (Sekolah Pamong Praja). Kemudian pada 1920, Suryo bekerja sebagai Pamong Praja di Ngawi. Setelah itu, ia dipindahkan ke Madiun sebagai Mantri Veldpolite.

Pada 1992, Suryo menempuh pendidikan kepolisian di Sukabumi. Setelah tamat dari sekolah polisi, ia bertugas sebagai asisten wedana. Berkat prestasinya yang gemilang selama bekerja, ia mendapat beasiswa di Bestuur School (Sekolah Calon Bupati) di Jakarta.

Karir Suryo terus menanjak. Tahun 1938, ia diangkat menjadi Bupati Magetan. Ketika Jepang menduduki Indonesia, Suryo juga dipercaya menjadi Residen (Syuchoka) di Bojonegoro. Setelah Indonesia merdeka, ia ditunjuk menjadi Gubernur Jawa Timur yang pertama.

Gubernur Suryo menghadapi masalah besar berkenaan dengan kedatangan pasukan sekutu di Surabaya. “Insiden Bendera” di hotel Yamato dan berlanjut dengan terbunuhnya Jenderal Mallaby dalam insiden di Gedung Internatio Jembatan Merah, Surabaya, menimbulkan kemarahan sekutu hingga mengeluarkan ultimatum yang meminta semua rakyat Indonesia menyerah paling lambat 10 November 1945 pukul 06.00 WIB. Jika tidak mengindahkan ultimatum itu, maka Kota Surabaya akan dihancurkan, baik melalui serangan darat, laut, ataupun udara.

Pemerintah pusat yang berkedudukan di Jakarta saat itu menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada Gubernur Suryo. Ia pun segera melakukan perundingan dengan Tentara Keamanan Rakyat (BKR) dan masyarakat lainnya. Selanjutnya pada 9 November, ia menyampaikan pidatonya yang berjudul ‘Komando Keramat’ melalui radio NIROM. Isi pidato tersebut, yakni menyerukan arek-arek Suroboyo untuk melawan tentara Inggris demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Keesokan harinya, 10 November 1945, meletuslah pertempuran melawan tentara Inggris selama 3 minggu.

Siaran Langsung

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist