Aulanews.id – Dengan mengadopsi resolusi dengan judul yang sama, Majelis juga meminta Sekretaris Jenderal untuk membuat program penjangkauan mengenai genosida Srebrenica sebagai persiapan peringatan 30 tahun tahun depan.
Lebih jauh lagi mengutuk segala penyangkalan atas genosida Srebrenica sebagai peristiwa bersejarah dan meminta Negara-negara Anggota untuk melestarikan fakta-fakta yang ada, termasuk melalui sistem pendidikan mereka, untuk mencegah penyangkalan dan distorsi, dan terjadinya genosida di masa depan.
Teks tersebut, disponsori oleh Jerman dan Rwanda, diadopsi oleh a tercatat suara 84 negara mendukung, 19 menentang, dan 68 abstain.
Pembantaian di SrebrenicaPembantaian di Srebrenica menandai salah satu babak paling kelam dalam perang yang meletus setelah pecahnya bekas Yugoslavia.
Pada bulan Juli 1995, tentara Serbia Bosnia menyerbu Srebrenica, yang sebelumnya dinyatakan sebagai daerah aman oleh Dewan Keamanan, dan secara brutal membunuh ribuan pria dan remaja di sana, serta mengusir 20.000 orang dari kota tersebut.
Satuan kecil pasukan penjaga perdamaian Belanda yang bersenjata ringan di bawah bendera PBB tidak mampu melawan pasukan Serbia Bosnia.
Pembunuhan brutal terhadap Muslim Bosnia di Srebrenica oleh tentara Republika Srpska diakui sebagai tindakan genosida oleh Mahkamah Internasional (ICJ) serta Pengadilan Kriminal Internasional untuk bekas Yugoslavia (ICTY).
Tegas menentang penolakanVolker Türk, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, menyambut baik resolusi tersebut sebagai “pengakuan lebih lanjut” terhadap para korban dan penyintas, dan upaya mereka untuk mencapai keadilan, kebenaran, dan jaminan agar tidak terulangnya kembali kasus serupa.
“Resolusinya adalah Hal ini menjadi lebih penting mengingat adanya revisionisme yang terus-menerus, penolakan terhadap genosida Srebrenica dan ujaran kebencian yang dilakukan oleh para pemimpin politik tingkat tinggi di Bosnia dan Herzegovina, serta di negara-negara tetangga.”katanya dalam sebuah pernyataan.
Ia juga menggarisbawahi tanggung jawab para pemimpin politik di kawasan untuk terlibat dalam dialog konstruktif guna membangun masyarakat yang damai “di mana masyarakat dapat hidup dengan aman dan bebas, tanpa diskriminasi atau ketakutan akan konflik dan kekerasan”.
Jerman: Untuk menghormati para korban
Memperkenalkan rancangan resolusi, Antje Leendertse, Duta Besar dan Wakil Tetap Jerman kepada PBB, mengatakan bahwa inisiatif ini bertujuan untuk menghormati para korban dan mendukung mereka yang selamat, “yang terus hidup dengan luka di masa yang menentukan itu”.