Bahkan, rakyat yang diteror selama tiga bulan lebih pun akhirnya mengelu-elukan Westerling saat hendak meninggalkan Makassar ke Jawa, imbas rasa takut akan kekejiannya. Konon, seorang simpatisan memberikan kenang-kenangan sebilah badik.
Salah seorang narasumber atas nama Andi Mondji memaparkan pengalaman masa lalunya. Kala itu, dia masih seorang bocah balita yang menyaksikan orang-orang terdekatnya menjadi korban kekejaman pasukan Westerling.
“Saat itu setiap warga yang mati dikumpulkan dan diangkut oleh warga lain 1 lubang yang telah disiapkan,” ucap Mondji.
Di antara para korban, ada ayah, nenek, dan pamannya yang tumbang di depan matanya, tewas ditembus peluru Belanda. Kekejaman pasukan DPT yang memburu para tentara Republik yang tidak berhenti begitu saja. Warga yang mengangkat korban pun ditembaki dan langsung dimasukkan ke dalam lubang.
Wilayah Suppa Jadi Incaran Westerling
Dalam cerita Mondji, aksi pasukan Westerling diawali dengan pembakaran rumah warga yang berada di pesisir di daerah Sabbang Paru. Kemudian penghuninya digiring ke tempat eksekusi. Masyarakat ini dituding membantu para gerilyawan dengan merahasiakan keberadaan mereka.
Wilayah di sekitar Suppa ini menjadi incaran Westerling. Karena, di tempat inilah pasukan Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi di bawah pimpinan Andi Oddang, Andi Murtala, dan Muhammad Said mendarat dari Jawa pada Oktober 1946.
Pasukan Andi Murtala saat hendak menemui Ambo Siraja di gunung, dihadang oleh tentara Belanda di Garessi dan terjadilah peperangan yang menyebabkan Andi Murtala beserta seluruh pasukannya tewas. Dalam pertempuran itu, turut tewas seorang perwira Belanda.