(3) Pos istirahat di Cikasur dilengkapi oleh bangunan kayu semi permanen tertutup, lengkap dengan pintu dan berukuran 4-5 meter persegi.
Bangunan ini ini sangat nyaman digunakan untuk bermalam, karena dapat melindungi tenda kita dari angi, hujan, bahkan dari binatang buas.
Oh iya ternyata, dilingkungan Cikasur juga ditumbuhi tanaman-tanaman obat, dan warga sekitar biasanya mendaki untuk mencari bahan-bahan obat dari tanaman-tanaman tersebut.
Beruntung sekali, pada sore menjelang maghrib, kami bertemu warga sekitar pencari tanaman obat, mereka berjumlah 4 orang, berbekal terpal dan dan bekal bahan makanan secukupnya di lingkungan sekitar Cikasur. Ternyata mereka mendaki dari Baderan untuk mencari tanaman obat. Sayangnya mereka memilih untuk bermalam di reruntuhan bekas penginapan Belanda, dibandingkan bergabung dengan tim kami di Selter Cikasur.
Menjelang sekitar pukul 21.00 Cikasur diguyur hujan disertai angi sangat lebat, beruntung tenda kami didirikan di dalam selter tersebut. Sehingga tim kami terhindar dari lebatnya hujan malam itu. Karena hujan sangat lebat, dan harus menyimpan energi untuk perjalanan esok, kami memutuskan untuk istirahat dan tidur.
Kejadian metafisik dimulai, tepatnya sekitar pukul 00.00. Saat itu saya terbangun, karena mendengar suara teriakan seorang wanita minta tolong.
“Tolong…tolong…Kebakaran…kebakaran” teriakan wanita tersebut sangat jelas dan keras terdengar diluar tenda dan terdengar di telinga saya.