Lalu seperti apa gaya hidup modern
Tak bisa dipungkiri bahwa, derasnya arus globalisasi yang menerjang berbagai lini kehidupan manusia memberikan banyak perubahan. Pun, dalam waktu yang sama, di dukung dengan hadirnya kecangihan teknologi seperti, smartphone yang telah membantu penyebarannya. Kenyataan ini berdampak pada bagaimana cara masyarakat dalam menyikapi relitas.
Lahirnya modernisasi kehidupan telah merubah cara pandang dan pola hidup masyarakat sehingga menimbulkan masyarakat yang konsumtif dalam lingkungan masyarakat kapitalis. Fenomena ini bukanlah suatu hal yang aneh untuk di perbincangkan, terlebih paradigma dan pola hidup masyarakat kini masuk dalam praktik budaya baru.
Memang, satu sisi kemajuan teknologi telah menghantarkan pada suatu kondisi kehidupan masyarakat kapitalis. Kapitalisme mendorong terciptanya modernisasi teknologi informasi yang memudahkan masyarakat untuk mengetahui seni dan kebudayaan masyarakat lain. Bahkan, budaya kapitalis telah menghantarkan manusia pada halusinasi realitas yang bersifat estetis.
Sudah mafhum, dalam perspektif industri budaya, budaya konsumerisme lahir atas kehendak media. Hal ini dianggap bahwa media telah memproduksi berbagai macam poroduk budaya yang di adopsi dari budaya-budaya asing, dan hasilnya di sebarluaskan melalui medium media massa (hingga kita tanpa sadar telah menyerapnya).
Tentunya, media dalam menjalankan fungsinya, selain sebagai penyebar informasi dan hiburan, juga sebagai pencipta dan pengendali pasar produk komoditas dalam suatu lingkungan masyarakat. Tak heran, jika dalam peraktiknya, media selalu menanamkan idiologinya pada setiap produk hingga obyek sasaran terprovokasi dengan propaganda tersembunyi didalamnya. Akibatnya, segala sesuatu yang di tampilkan oleh media akan di serap dan di ikuti oleh masyarakat sebagai suatu produk kebudayaan baru.
Sudah barang tentu, semakin derasnya fenomena trend kapitalisme dan hedonisme akhir-akhir ini, menuntut sebuah pembacaan (analisis) yang mendalam. Secara langsung maupun tidak langsung, hal tersebut mempengaruhi budaya dan pola hidup kaum muda remaja sekarang ini dan jelas kita rasakan kehadirannya. Dalam perkembangannya, masyarakat Indonesia mengalami era perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern.
Penting juga kita baca, modernisme selain ditandai dengan munculnya masyarakat yang bergantung pada informasi, juga berkembang menjadi masyarakat kosumtif. Hal ini ditandai dengan perkembangan gaya hidup dan budaya masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif untuk membeli berbagai barang atau komoditas.
Kebutuhan masyarakat diciptakan melalu iklan-iklan yang memikat. Seperti, yang di ungkapkan oleh Jean Baudrilard, iklan mengkodekan produk dengan simbol-simbol untuk membedakan dan menunjukan keberagaman obyek di antara produk-produk lain dan bahkan berpengaruh jika di konsumsi. Di dalam kegiatan konsumsi terjadi transfer makna kebebasan yang ilusif kepada tiap konsumen. Bahkan, obyek konsumsi membentuk sistem tanda yang membedakan masyarakat.
Alih-alih menghilangkan iklan, justru sekarang, media massa memiliki kekuatan untuk menawarkan apa yang saat ini harus dimiliki orang, apa yang dicari orang (tren), termasuk menentukan apa yang harus dimiliki khalayak untuk dapat memilikinya (mendorong orang kepada gaya hidup hedonis). Hedonisme sendiri dapat diartikan sebagai bentuk dari kecintaan seseorang pada dunia, sehingga apa saja dilakukan pasti berorientasi pada kepuasan duniawi.
Sementara itu, konsumtivisme adalah paham untuk hidup konsumtif. Dapat diartikan mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan serta meniadakan skala prioritas. Braudillard mengatakan, nilai tukar dan nilai guna kini telah berganti dengan nilai simbol (lambang). Misalnya, ketika membeli mobil, orang sekaligus membeli simbol kemapanan yang melekat pada mobil itu. Atau, ketika membeli baju, orang juga membeli kepercayaan diri untuk dirinya.
Sistem industri merupakan bagian penting dari ideologi kapitalisme lanjut dalam menciptakan budaya konsumtivisme. Yakni, sebuah budaya yang menampung minat dan hasrat kebutuhan masyarakat. Ini nampak dalam berbagai lingkup budaya kontemporer seperti, design, media, musik, film, kegiatan belanja, dan berbagai produk-produk lainnya.
Konsumsi sendiri sebagai suatu proses menghabiskan atau mentrasformasikan nilai-nilai yang tersimpan di dalam sebuah obyek. Konsumsi dapat di pandang sebagai proses obyektifikasi, yaitu proses eksternalisasi dan internalisasi diri lewat obyek sebagai medianya. Di sini, terjadi peroses menciptakan nilai-nilai melalui obyek, dan kemudian memberikan pengakuan serta menerima nilai-nilai ini.