MAKI Minta DPR Coret Calon Hakim MK

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.(Foto: LawJustice.com)
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.(Foto: LawJustice.com)

Aulanews.id, Jakarta – Masyarakat anti korupsi Indonesia(MAKI) meminta agar DPR RI mencoret para kandidat hakim MK yang memiliki rekam jejak negatif.

“MAKI meminta kepada Komisi III untuk mencoret calon yang punya tred record buruk yang sedang dan akan diseleksi calon hakim MK,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.

Saat ini, ada 8 nama yang mengikuti seleksi hakim MK dari jalur DPR. Berikut ini nama-nama calon hakim MK yang akan diuji DPR:

1. Reny Halida Ilham Malik
2. Firdaus Dewilmar
3. Elita Rahmi
4. Aidul Fitriciada Azhari
5. Putu Gede Arya
6. Abdul Latif
7. Haridi Hasan
8. Arsul Sani

“Selain nomor 1, yang terkait putusan Pinangki, nomor 6 perlu diwaspadai dan perlu dicoret saja,” kata Boyamin tegas.

Apa alasan MAKI?

“Karena saya punya track record yang bersangkutan memutus perkara Peninjauan Kembali (PK) Sudjiono Timan yg diputus bebas. Padahal, yang bserangkutan ini tidak tahu ke mana dan saat pengajuan PK tidak hadir karena buron,” cetus Boyamin.

Untuk diketahui, Timan divonis 15 tahun penjara di tingkat kasasi pada 3 Desember 2004. Timan dijatuhi hukuman karena terbukti korupsi BLBI lebih dari Rp 500 miliar.

Namun saat hendak diekskeusi empat hari setelahnya, jaksa tidak menemukan keberadaan Timan. Timan kabur bak lenyap ditelan bumi. Nah, diam-diam, istri Timan, mengajukan PK lewat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Anehnya, MA mengabulkan dan melepaskan Timan pada 2013. Salah satu yang mengadili adalah Abtul Latif.

“Alasan pertama, ya putusan bebas itu, wong orangnya nggak ada, merugikan negara. Putusan PK itu menyakitkan, meski putusan itu harus dihormati. Ini harus menjadi pertimbangabn Komisi III DPR untuk mencoret,” ujar Boyamin.

Alasan kedua, Abdul Latif tetap memutus PK Timan, padahal Timan kabur dan tidak pernah menjalankan putusan kasasi.

“Orangnya (Timan) masih buron kok dikabulkan,” tegas Boyamin.

Setelah gaduh vonis Timan, MA membuat Peraturan MA yang mewajibkan pemohon PK pidana wajib hadir di persidangan. Menurut MAKI, Abdul Latif yang saat itu adalah hakim ad hoc tingkat kasasi, seharusnya mengajukan dissenting opinion.

“Yang nomor 6 ini menjadi catatan buruk karena yang formil saja tidak terpenuhi, dia harusnya dissenting opinion, karena dia hakim ad hoc. Apalagi posisinya pengajar/dosen, dibutuhkan sesitifitas isu-isu korupsi. Ini catatan buruk. Saya minta untuk dicoret,” tegas Boyamin.

Sekedar diketahui, Abdul Latif juga pernah mendaftar hakim agung tapi juga gagal.

Siaran Langsung

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist