Bahkan lanjutnya, pola-pola bisnis bisa dipakai, seperti agroforestri, ekowisata, agrosilvopastura, bio energi, hasil hutan bukan kayu dan industri kayu rakyat.
Gubernur juga berharap masyarakat adat diberikan pendampingan, baik manajemen maupun teknologinya.
“Saya kira kalau cara-cara ini dilakukan, kita bisa memetik keuntungannya ke depan. Karena itu, harus dilakukan inovasi dan kreativitas, sehingga memberi dampak signifikan pemerataan ekonomi, tanpa mengganggu fungsi hutan dan ekosistemnya,” kata mantan Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia itu.
Baca juga: PR-HIA USK deteksi 148 bidang tanah ulayat dan komunal di Aceh
Baca juga: Pemerintah dan DPR diminta segera bahas RUU Masyarakat Adat
Baca juga: BRWA registrasi 1.336 peta wilayah adat seluas 26,9 juta hektare.