Tak hanya itu, apa yang dilakukan EN juga tak sesuai prinsip Unicef tentang ‘The Right to Survival and Development’ atau hak untuk hidup dan berkembang bagi anak.
Dalam konsep itu, setiap anak berhak atas pendidikan, termasuk hak terhindar dari tindak kekerasan fisik maupun psikis ketika berada di dalam lingkungan satuan pendidikan, baik yang dilakukan pendidik, murid lain, atau semua pihak.
“Padahal, seharusnya lingkungan sekolah menjadi ruang aman bagi anak untuk mendapatkan hak atas pendidikan,” katanya.
Tak hanya itu, berdasarkan Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, atribut ciput bagi siswi SMP berjilbab bukan merupakan bagian dari pakaian seragam sekolah.
“Karena itu, pemaksaan penggunaan ciput yang dilakukan oleh EN juga termasuk kategori tindakan intoleransi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b angka 1 Permendikbudristek 46 Tahun 2023 karena memaksa peserta didik mengenakan pakaian atau aksesoris yang tidak termasuk seragam sekolah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan,” ucapnya.
Atas kejadian ini, LBH Surabaya pun mendesak Polres Lamongan untuk segara mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku dan memastikan keadilan bagi korban. (Mg 05)