Hiruk-Pikuk dan Kedinamisan Gus Dur

Maka tidak heran misalnya, jika salah satu persyaratan menjadi Kabinet Persatuan Nasional misalnya, adalah kejujuran dan kesederhanaan. Dua nilai tersebut tak pelak merupakan hasil adopsi dari nilai-nilai dan kultur yang berkembang di dunia pesantren.

Sekali lagi, pandangan dunia yang membentuk pemikiran Gus Dur tak lain adalah pandangan dunia pesantren. Dengan seluruh pengembaraan intelektual yang dialami, sejak dari pesantren-pesantren, Timur Tengah Al-Azhar hingga kuliah di Baghdad, ia tetap tak bisa meninggalkan rumahnya, tempat ia tumbuh sejak kecil, yaitu pesantren.

Sudah barang tentu, pemikiran Gus Dur mengenai agama diperoleh dari dunia pesantren. Lembaga inilah yang membentuk karakter keagamaan yang penuh etik, formal, dan struktural. Sementara itu, pengembaraannya ke Timur Tengah telah mempertemukan Gus Dur dengan berbagai corak pemikiran Agama, dari yang konservatif, simbolik-fundamentalis sampai yang liberal-radikal. Dalam bidang kemanusiaan, pikiran-pikiran Gus Dur banyak dipengaruhi oleh para pemikir Barat dengan filsafat humanismenya.

Secara rasa maupun praktek prilaku yang humanis, pengaruh para kiai yang mendidik dan membimbingnya, mempunyai andil besar dalam membentuk pemikiran Gus Dur. Misalnya, Kiai Fatah dari Tambak Beras, Kiai Ali Ma’shum dari Krapyak, dan Kiai Chudhori dari Tegalrejo, telah membuat pribadi Gus Dur menjadi orang yang sangat peka pada sentuhan-sentuhan kemanusiaan.

Tak hanya itu, dari segi kultural, Gus Dur melintasi tiga model lapisan budaya. Pertama, Gus Dur bersentuhan dengan kultur dunia pesantren yang sangat hierarkis, tertutup, dan penuh dengan etika yang serba formal. Kedua, dunia Timur yang terbuka dan keras. Ketiga, budaya Barat yang liberal, rasioal dan sekuler. Semuanya tampak masuk dalam pribadi dan membetuk sinergi.

Inilah sebabnya mengapa Gus Dur selalu kelihatan dinamis dan sulit dipahami. Kebebasannya dalam berpikir dan luasnya cakrawala pemikiran yang dimilikinya, melampaui batas-batas tradisionalisme yang dipegangi komunitasnya sendiri.

Lalu bagaimana dengan pemikiran Gus Dur?

Kita tahu bahwa, Gus Dur adalah seorang intelektual yang mewakili perpaduan dua tradisi sekaligus: Kesarjanaan Islam tradisional dan pendidikan Barat modern. Dengan ini, kita bisa membaca bahwa, corak utama pemikiran Gus Dur lebih menekankan pada pendekatan kontekstual dari pada tekstual, serta mencoba memadukan pemikiran khazanah pemikiran Islam trasdisional dan kenyataan yang ada dalam masyarakat modern saat itu khususnya (dan sekarang umumnya).

Siaran Langsung

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist