Demikian juga dalam kitab Kifayah Al-Tanbih dijelaskan:
كفاية النبيه في شرح التنبيه : ج ٤ / ص ٤٢٦
وقد روى حماد عن حميد عن أنس بن مالك، أنه – عليه السلام – لما هاجر إلى المدينة رأى أهل المدينة يخرجون إلى الصحراء في السنة يومين ويلعبون، فقال: “ما هذان اليومان؟ ” فقالوا: يومان كنا نلعب فيهما في الجاهلية، فقال صلى الله عليه وسلم: “إنَّ الله قد أبدلكم [بهما] خيراً منهما: يوم الفطر، ويوم الأضحى”، أخرجه النسائي مختصراً.
Artinya: “Hamad meriwayatkan dari hamid dari anas bin malik, sesungguhnya nabi Muhammad Saw. ketika hijrah ke Madinah melihat penduduk Madinah keluar ke tanah lapang dalam tahun tersebut dua hari dan pada saat itu mereka sedang bermain-main, kemudian beliau bersabda “ hari apa ini?” kemudian mereka menjawab : hari ini adalah hari bermain pada masa jahiilyah, kemudian nabi menjawab: sesungguhnya Allah telah menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik, yaitu Idul fithri dan Idul Adha. Di takhrij oleh Imam Nasa’i.”
Lalu bagaimana dengan Penentuan Idul Fitri?
Yang jelas, penentuan pelaksanaan shalat hari raya sering kali menimbulkan permusuhan dan kebencian antar umat. Ini disebabkan perbedaan dalam penetapan awal Syawal. Perbedaan bukan hanya antar tokoh agama atau antar organisasi dan pemerintah.
Pertanyaannya adalah, siapakah yang harus dipatuhi masyarakat dalam hal penetapan 1 syawal? Dan bagaimana dengan masalah shalat Idul Fitri dan pelaksanaan zakatnya? Tentu, pada dasarnya, masyarakat wajib taat kepada Allah, taat kepada Rasulullah, dan kepada Ulil Amri dengan berbagai tafsirannya (selama kebijakan Ulil Amri tidak bertentangan dengan teks-teks qhat’iyah syari’ah). Nahdlatul Ulama telah memutuskan bahwa status pemerintah Indonesia adalah waliyu al-amri ad-dharuri bi as-syaukah.