Gaza: Rafah menjadi ‘penanak nasi keputusasaan’ seiring berlanjutnya eksodus ke selatan

Dr Peeperkorn menambahkan bahwa dari 11 misi yang direncanakan ke wilayah selatan bulan lalu, empat misi berhasil dilaksanakan, dua misi ditunda, dan dua misi terhambat karena pos pemeriksaan terlambat dibuka atau karena penundaan yang berlebihan. Otorisasi ditolak untuk tiga misi.

“Kurangnya jaminan keamanan dan koridor kemanusiaan di Gaza menjadikannya semakin sulit untuk melakukan operasi kemanusiaan dengan aman dan cepat,” kata pejabat WHO tersebut, berbicara dari Yerusalem. “Kurangnya akses berkelanjutan terhadap rumah sakit bisa membongkar sistem kesehatan.”

Perkembangan ini terjadi ketika Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) melaporkan hal itu setidaknya 17.000 anak di Gaza tidak didampingi atau dipisahkan.

“Masing-masingnya, merupakan kisah kehilangan dan kesedihan yang memilukan,” kata Jonathan Crickx, Kepala Komunikasi UNICEF di Negara Palestina.

Berbicara dari Yerusalem kepada wartawan di Jenewa, pejabat UNICEF menggambarkan pertemuannya dengan anak-anak muda di Gaza awal pekan ini. Di antara mereka adalah Razan yang berusia 11 tahun yang kehilangan hampir seluruh keluarganya dalam serangan bom pada minggu-minggu pertama perang.

Baca Juga:  Korut Rilis Kapal Selam Nuklir

“Ibu, ayah, saudara laki-lakinya, dan dua saudara perempuannya terbunuh,” lanjut Mr. Crickx. “Kaki Razan juga terluka dan harus diamputasi. Setelah operasi, lukanya terinfeksi. Razan kini dirawat oleh bibi dan pamannya, yang semuanya mengungsi ke Rafah.”

Karena kurangnya makanan, air dan tempat tinggal, keluarga besar harus berjuang untuk mengurus diri mereka sendiri, apalagi anak-anak yatim piatu atau anak-anak yang tidak didampingi, kata petugas UNICEF.

Jakarta – Sekretaris Baranahan Kemhan Laksamana Pertama TNI Mochamad Taufik Hidayat, memimpin Rapat Tindak Lanjut Rakor Pengembangan Ketahanan Pangan di......

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist