Berita PBB: Bagaimana cara mengatasi tantangan-tantangan ini untuk memastikan bahwa negara-negara berkomitmen dan mengambil tindakan?
Francesco La Camera: Semua negara telah membuat komitmen. Kita harus mengubah cara kerja perusahaan internasional. Dalam hal ini, semua entitas yang terlibat harus berupaya.
Misalnya, di IRENA, kami telah bekerja sama dengan Presiden William Ruto dari Kenya untuk menjalin kemitraan guna mempercepat penerapan energi terbarukan di Afrika. Inisiatif ini, ‘Accelerated Partnership for Renewables in Africa’ (APRA), diluncurkan pada KTT Iklim Afrika pertama di Nairobi tahun lalu dan pernyataan bersama ditandatangani oleh para pemimpin APRA pada COP 28 untuk mendorong transisi energi terbarukan sebagai solusi strategis terhadap akses energi, keamanan, dan pertumbuhan ramah lingkungan di Afrika.
Kami sekarang memiliki tujuh negara Afrika, termasuk Kenya serta negara-negara maju seperti Denmark, Jerman, Amerika Serikat, dan kami juga melibatkan UEA. Ini adalah contoh bagaimana kami mencoba mengubah lanskap kerja sama internasional. Kami sedang menyusun rencana tersebut dan mendukung negara-negara ini dalam membuat rencana mereka sendiri untuk mengembangkan energi terbarukan. Bersama-sama kita bertransformasi menuju mekanisme kerja sama internasional baru untuk mewujudkan rencana mereka.
Berita PBB: Apakah terdapat perbedaan mencolok dalam pendekatan, komitmen, dan reaksi antara negara berkembang dan negara maju terkait transisi energi?
Francesco La Camera: Negara maju harus mengubah sistemnya. Namun negara-negara berkembang dapat melompat maju dan melakukan transisi langsung ke sistem energi baru karena kurangnya sistem energi yang nyata. Perbedaan utamanya terletak pada status sistem energi di berbagai belahan dunia, yang sebagian besar tercermin dalam kesenjangan yang ada.