Oleh karena itu, paradigma lama semacam ini hendaknya diubah jika ingin maju. Pertama, mulai dari Sumber Daya Manusia (SDM). Kedua, pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan produktivitas. Ketiga, korporatisasi agar tidak hanya menyelamatkan diri masing-masing, tapi mengedepankan kualitas keterampilan.
“Paradigma yang berkembang saat ini bukan salah, tetapi tidak ada kelanjutan. Mereka sudah bekerja keras tapi belum bekerja cerdas. Itu yang harus diubah. Mereka (petani, nelayan, dan lainnya) ini punya usaha kecil yang skalanya kecil, modalnya kecil, teknologinya sederhana, beragam dan terpencar. Nah, ini kita jadikan titik tolak untuk ke depan kemana kita harus berbuat,” ucapnya.
Sebab itu, pihaknya menekankan agar ke depan lebih kepada spirit corpopreneurship. Menurutnya, corpopreneurship merupakan upaya membangun sistem dan jejaring yang terstruktur sistematis. “Ini yang harus kita bangun sekarang untuk keluar dari paradigma. Harus menciptakan baru, keluar dari kemelut yang kemarin-kemarin,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Perekonomian (LP) PWNU Jatim, Fauzi Priambodo menyebutkan, hilirasasi jadi upaya meningkatkan kesejahteraan warga yang sebenarnya ekonomi ini dikuasai oleh segelintir orang dan menguasainya sangat kuat.
“Bayangkan hampir 80 persen ekonomi dikuasai oleh sekitar 20 persen atau 15 persen orang di Indonesia saja. Dan itu sebenarnya menguasai ekonomi marketnya sekaligus menguasai produksinya,” katanya.
Bila disambungkan sanadnya pada Nahdlatul Ulama, sebelumnya sudah ada Nahdlatul Tujjar. Di situ sudah mengenal korporasi, yaitu komunitas-komunitas pengusaha untuk menerjemahkan ekonomi warga.