Aulanews.id – Program semacam KUR ato simpan pinjam yang dikelola perbankan atau disebut pedagangan tradisional identik dengan pasar tradisional. Dan hampir di banyak kabupaten dan kota, pasar tradisional umumnya dikelola oleh pemerintah.
Meski perijinan dan pengawasan oleh dinas terkait di daerah, namun akses untuk layanan pemodalan tak semuanya dapat diberikan pada para pedagang.
Selain kendala syarat administratif, sebagian penjual enggan berurusan dengan lembaga pendanaan yang secara legal disediakan pemerintah. Ini adalah tipikal pedagang sudah kredit KUR, namun meminjam juga pada seseorang yang menjalankan bisnis peminjaman uang di kalangab pedagang tradisional. Sebagian lain malah lebih suka bolak-balik pinjam kesitu dibanding yang legal di bawah OJK.
Dari pengalaman, saya punya sejumlah nasabah yang menjalankan bisnis peminjaman uang. Umumnya mereka berstatus wiraswasta dengan beberapa usaha.
Harus profesi yang dicantumkan dalam akad kredit bukanlah pelaku usaha di bidang ini. Tapi bidang utama yang jadi keseharian. Misalnya pedagang reseller, petani, peternak ato usaha kios sembako.
warga lain yang kekurangan uang dan ingin meminjam. Ini tak hanya pedagang tradisional, tapi juga profesi lain termasuk pegawai negeri. Kemudahan meminjam dan kecepatan mendapat uang segar, jadi keuntungan tersendiri yang membuat nasabah nya dalam tanda petik, selalu ada.
Dalam satu kunjungan ke rumah salah satu nasabah di luar kabupaten tahun 2017 silam, saya dan tim cukup terkejut menemukan banyak sepeda motor di garasi rumah nya. Ternyata itu adalah milik para nasabah beliau yang digadai titip. Sebagian diantaranya diserahkan karena tak sanggup melunasi pinjaman.
Jaminan tak hanya kendaraan, tapi juga peralatan dapur, kulkas, perhiasan, busana, HP, BPKB,Sertifikat rumah, sertifikat tanah dan lain-lain.
“Untungnya lumayan, kan bisa bayar cicilan. Lihat saja kreditku banyak di kantor Om, mana pernah nunggak,” demikian katanya.
Dari bunga yang dibalikin si peminjam, dia membayar angsurannya. Sudah pasti bunga pinjaman jauh lebih besar dikenakan, karena dana pribadi. Karena kalo mengenakan cicilan yang sama seperti dia meminjam di kantor kami, tentu dia akan berhitung dua kali. Belum lagi kalo dilama-lamain baliknya .
Mungkin istilah lain yang dikatakan oleh sejumlah warga yang memang tak suka, tak pernah meminjam, ato mau minjam tapi tak dikasih. Sayangnya label ini tak pernah digubris oleh para nasabah mereka karena mereka sendiri merasa terbantu dengan kemudahan sepanjang para peminjam “berdamai” pada Syarat dan Ketentuan (S&K).