Aulanews.id – Suasana duka menyelimuti keluarga Wahyu Dian Silviani (34) seorang Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Solo, korban pembunuhan yang dilakukan oleh kuli bangunan berinisial DF (23) di dalam rumahnya perumahan Graha Sejahtera, Desa Tempel, kecamatan Gatak, Sukoharjo Jawa Tengah.
Ibu dan ayah serta adik-adik korban, tidak kuasa menahan kesedihan, meski mereka mengikhlaskan, saat jenazah Dian dosen UIN tewas masuk ke dalam liang lahat.
Ayah korban dosen UIN tewas Prof Moh Hasil Tamzil mengungkapkan, dalam kesehariannya korban, dikenal baik, sopan santun, dan mudah bergaul dengan siapa pun, sehingga ia tidak terima perkataan pelaku, membunuh anaknya hanya gara-gara sakit hati.
“Si pelaku katanya sakit hati gara-gara dikatain dengan kata yang tidak wajar. Kalau saya lihat, saya lebih tahu bagaimana behaviour anak saya , anak saya ini orang yang tidak banyak bicara. Kalau muncul kalimat bahwa dia marah gara-gara dikatain kayaknya tidak. Ini ada sesuatu yang tersembunyi di balik pengakuan itu,” ungkapnya
Tamzil berharap, pihak kepolisian terus melakukan penyelidikan dan tidak percaya sepenuhnya dengan kesaksian pelaku pembunuhan dosen UIN tewas. Ia menduga ada pelaku merupakan orang suruhan.
“Saya berharap polisi harus cerdik melihat celah itu, ada sesuatu di balik ini, dan jangan puas dengan perkatan tersangka ini, siap tahu dia orang suruhan, ya memang apa yang di akui sama pelaku mengapa dia sampai tega membunuh tidak sesuai dengan kenyataan,”ujarnya.
Selain itu, ayah korban menuturkan, sebelum pembunuhan yang terjadi pada anaknya itu, korban sempat menceritakan apa yang sedang dialaminya di Solo. Korban menyatakan bahwa jumlah mengajar hanya satu, tidak seperti biasanya selalu banyak jumlah mengajar.
“Sudah menjadi kebiasaan kami, setiap jam sembilan sampai jam 10, kami selalu video call, bercanda semua. Dia cerita bahwa biasanya banyak mengajar pak, tapi kok sekarang saya dapatnya cuman satu,” tuturnya.
Sementara itu, Adik korban Fatin Nabila Fitri menyatakan, selama mengunjungi kakaknya di Solo, kakaknya selalu berbuat baik dan berkata sopan kepada pelaku. Bahkan ia tidak segan-segan membelikan makanan dan minuman kepada pelaku yang sedang bekerja memperbaiki rumah kakaknya itu.
“Dua minggu saya di Solo, setelah seminggu balik dari Solo, saya ke Surabaya, saya dapat kabar, dia bilang kakak saya tololin dia. Padahal kakak saya setiap ngecek ke rumah itu, cuman datang ngeliat dan berkata ‘Ngih Suwun pak’ sambil ngasih makanan minuman. Kakak saya sering mengajak saya siang bolong mencarikan mereka minuman dna makanan,” ucapnya.