Dua macam ulama menurut al-Ghazali yaitu, good scholar (ulama akhirat) dan bad scholar (ulama su’ul). Ulama akhirat adalah ulama yang menuntut ilmu dengan wudhu batin, yaitu menuntut ilmu sebagai jalan menuju akhirat. Sementara ulama su’ul adalah ulama yang menuntut ilmu karena menginginkan pamrih-pamrih duniawi.
Sebuah hadits mengatakan: “Ilmu itu ada dua jenis yaitu pertama ilmu lisan (ilmu yang ada di lisan kita, seperti ceramah) yang ilmunya hanya sampai di lisan saja, tapi tidak sampai hatinya. Kelak di akhirat ilmu itu akan ditanyakan oleh Allah SWT kenapa tidak digunakan sebagai manfaat. Ilmu kedua adalah ilmu yang meresap ke batin (hati) dan inilah ilmu yang diterapkan untuk menuai manfaat (akhirat).”
Pada masa modern sekarang, dengan mudahnya akses internet dan Google, ilmu hanya sebagai kenikmatan pikiran saja dan tidak meresap sampai hati apalagi diamalkan agar bermanfaat. Buku-buku dan berbagai pengetahuan hadir dalam bentuk digital, tapi hanya stop sebagai kuliner atau tamasya ilmu.
Al-Ghazali mengatakan, jika seseorang tidak mampu mengamalkan ilmunya, maka akan terjadi kesenjangan dan tiada tahu kebahagiaan dan kenikmatan dari ilmu itu sendiri. Ilmu jadi sumber kesengsaraan batin. Pendek kata, orang bertambah ilmunya, tapi tidak bertambah amalnya akan semakin jauh dirinya dari jalan menuju Allah SWT.
Tak hanya itu, al-Ghazali juga mengatakan bahwa tanda-tanda ulama alim dan ulama akhirat (good scholar) diantaranya; pertama adalah ulama yang semata-mata tidak mencari ilmu karena pamrih duniawi. Terbalik dengan bad scholar (ulama su’ul). Termasuk juga ilmu-ilmu selain ilmu agama, dengan niat akhirat, maka akan berubah menjadi ilmu ukhrawi. Sebaliknya, ilmu agama jika diniatkan mencari pamrih duniawi, maka akan menjadi ilmu dunya saja.
Kedua, tindakan dan amalnya cocok, pengetahuan dan akhlaknya sejalan. Ini adalah cara pandang dunia Islam yang berbeda dengan dunia barat atau dunia modern. Di dunia pendidikan barat sekalipun guru atau profesor yang buruk ahklaknya tetapi ilmunya (kelasnya tetap dicar) digemari. Ini contoh ulama su’ul karena ilmu dan akhlaknya tidak sejalan.
Ketiga, orang yang mencari ilmu yang ada manfaatnya, terutama dengan tujuan dan manfaat akhirat. Berbeda dengan ulama su’ul, mereka mencari ilmu agar bisa menang dalam perdebatan (dimasa al-Ghazali). Meski perdebatan atau dialektika sendiri netral, tetapi jika digunakan untuk menang-kemenangan, agar terlihat lebih alim lebih intelektual dari yang lain, maka ini tujuan mencari ilmu yang salah. Misalnya juga buat nambah follower, like dan sejenisnya yang merupakan pamrih duniawi.