Distorsi makna sejumlah ilmu karena perkembangan sejarah. Menurut al-Ghazali, ada lima istilah pada masa generasi salaf (generasi awal Islam, generasi sahabat, tabi’ut tabi’in) yang dipahami dengan benar, namun karena perkembangan sejarah Islam jadi terdistorsi, dan ini yang di kritik oleh al-Ghazali.
Pertama adalah Fiqh (al-fikhu), adalah memahami sesuatu dan pada masa Rasulullah SAW sebagai jalan menuju akhirat. Pada perkembangannya kemudian dipahami sebagai ilmu jual beli, pernikahan, menstruasi dan lainnya. Selain itu, ahli fikih dipahami sebagai ahli menang debat.
Bukan berarti ilmu fikih itu jelek, karena pada dasarnya ilmu fikih dibutuhkan untuk menata kehidupan bermasyarakat, dibutuhkan penguasa untuk menerapkan hukum yang benar dan adil dengan bantuan (fuqaha) ahli fikih. Namun jika tidak dipahami dan digunakan sebagai jalan menuju akhirat, maka ini penyelewengan dari ilmu fikih itu sendiri.
Sebuah hadits mengatakan: “Maukah engkau kuberi tahu apakah ahli fikih (al-fakih) itu? Dan dijawab “mau ya Rasulullah.” Lalu dijelaskan, “ahli fikih adalah orang yang tidak membuat manusia putus asa dari rahmat Allah SWT dan juga tidak meninggalkan al-Qur’an dan berpaling ke yang lain.”
Kedua adalah, al-Ilmu. Istilah ilmu sekarang dimaknai sebagai pengetahuan untuk memenangkan perdebatan. Al-Ghazali cukup jengkel pada kesukaan sejumlah ulama di masanya yang berdebat untuk menang-menangan saja. Terutama ketika penguasa bosan (taka da kerjaan) dan mengundang ulama untuk berdebat. Jika dia menang debat, maka dapat hadiah.
Berdebat sendiri secara lahiriah bermanfaat karena mengasah nalar dan membangun dialektika untuk menemukan kebenaran dan kemajuan peradaban. Namun, secara rohaniah ini bermasalah karena, ada sebagian yang melakukannya untuk mencari status sosial dan harta saja. Inilah kritik imam Al Ghazali dari sudut pandang batiniah atau tasawuf.
Ketiga adalah at-tauhidu. Pada masa sekarang dipahami sebagai ilmu teologi yaitu pengetahuan tentang Tuhan (disebut juga ilmu kalam). Distorsi yang terjadi adalah penggunaan pengetahuan mengenai sifat-sifat Allah SWT sebagai bahan debat menang-kemenangan. Makna awal tauhid adalah meyakini Allah SWT adalah tunggal, satu-satunya yang Maha Sejati, yang pantas di sembah.
Keempat adalah At-tadzkiru. Maknanya di masa sekarang bergeser menjadi dzikir secara lisan, karena kumpul-berkumpul tapi tidak meresap secara batiniah. Pada masa generasi awal Islam, ada profesi pencerita yang ceritanya adalah kisah untuk menciptakan rasa takut kepada Allah SWT. Namun profesi ini dicela sejumlah ulama pada masa itu karena, mereka juga sumber hadits palsu, dan sumber kebohongan karena tanya-jawab demi mendapat perhatian.