Aulanews.id – Bisnis kertas di PT Tjiwi Kimia ini memiliki desain produk yang berbeda. Meskipun , mereka dirilis dari satu pabrik, yakni Produsen kertas itu berdiri 2 Oktober 1972, lewat tangan konglomerat Widjaja. Nama perusahaan Tjiwi Kimia pun diambil dari akronim sang pendiri, yakni Tjipta Widjaja. Pabriknya berada di Mojokerto, Surabaya.
Dulunya, perusahaan ini fokus pada bisnis pembuatan soda api. Keputusan tersebut dipilih Eka, setelah sekian lama berkutat di industri tekstil dan sumber daya. Pabrik ini mengolah ampas tebu dari pabrik gula di Jawa Timur, yang kemudian diproduksi menjadi kimia soda.
Lalu, secara berkala Tjiwi Kimia melebarkan bisnisnya dan mulai memproduksi kertas dengan kapasitas ribuan ton per tahun. Seiring berjalannya waktu, perusahaan akhirnya resmi mengarahkan bisnisnya ke produksi kertas, kemudian lahirlah PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia sebagai permulaan.
Dilansir dari laman resmi perusahaan ini, pada 2006, kapasitas produksi kertas dan karton meningkat lebih dari 1,2 juta metrik ton per tahun. Sementara kapasitas konversi alat tulis meningkat menjadi sekitar 320.000 metrik ton per tahun.
Produk Tjiwi Kimia terus berevolusi lewat variasi, mulai dari kertas, kertas karbon, alat tulis kantor (ATK), buku latihan, tas belanja, amplop, folder file, buku gambar, dan lain-lain.
Rangkaian produk Tjiwi Kimia mencakup produk bernilai tambah seperti kertas khusus, kertas fotokopi, kertas woodfree tanpa lapisan, kertas coklat industri, kertas tanpa karbon, dan berbagai alat tulis sekolah dan kantor. Perusahaan juga memproduksi pembalut, spiral, buku bersampul tebal, buku gambar, amplop, kertas kontinu, folder file, dan rangkaian produk alat tulis yang lain.
Tjiwi Kimia juga menjadi salah satu pabrik kertas dari Asia Pulp and Paper (APP Sinar Mas) di Indonesia yang aktif mempromosikan daur ulang kertas bekas. Serat daur ulang akan digunakan untuk membuat berbagai produk kertas halus dan alat tulis Tjiwi Kimia.
Tjiwi Kimia resmi menawarkan sahamnya ke publik lewat initial product offering pada 1990 dengan kode emiten TKIM. Sebanyak 9,3 juta saham ditebar ke lantai bursa dengan harga Rp 9.500 per saham, dilansir dari RTI. Lebih dari tiga dasawarsa lalu, dicatat pada Bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek Jakarta, tepatnya pada 3 April 1990.
TKIM kembali memasuki indeks LQ45 pada periode Februari-Juli 2019, bersamaan dengan perdagangan BEI yang cukup fluktuatif sejak pekan pertamanya Mei. Sebanyak 30 saham dari 45 saham anggota LQ45 juga membukukan kinerja negatif selama periode tersebut.