Aulanews.id – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memiliki program sekolah virtual. Namun, program ini tidak sama dengan sekolah via daring siswa reguler semasa pandemi COVID-19.
Program sekolah Pemprov Jateng ini diperuntukkan bagi siswa difabel dan anak dari keluarga miskin.
“Yang membedakan dengan sekolah reguler, waktu kegiatan belajar mengajar sekolah virtual bersifat fleksibel, menyesuaikan dengan kondisi peserta didik,” jelas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Uswatun Hasanah dikutip dari Antara.
Menurut Uswatun, penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar dari jarak jauh melalui program sekolah virtual itu sudah dipersiapkan sejak 2019.
Adapun perbedaan antara sekolah ini dan sekolah via daring seperti pada masa pandemi kemarin adalah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah akan memberi gawai dan kuota akses internet untuk siswa di wilayah kecamatan yang belum memiliki sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan negeri.
Uswatun mengklaim program ini dapat dikatakan satu-satunya di Indonesia. Sekolah virtual gratis ini akan memfasilitasi siswa miskin ataupun difabel yang tidak lolos PPDB.
“Program ini bisa dibilang satu-satunya di Indonesia, sekolah virtual gratis untuk siswa miskin dengan waktu pembelajaran yang fleksibel, dan konsepnya untuk mengakomodir anak-anak dari keluarga miskin maupun difabel yang tidak lolos dalam PPDB reguler,” terangnya.
Lebih lanjut, Pemprov Jawa Tengah pada tahap awalnya membuka sekolah virtual di SMAN 1 Kemusu Kabupaten Boyolali dan SMAN 3 Brebes pada 2020. Kuota setiap satu rombongan belajar adalah 36 siswa per sekolah.
“Bulan Mei 2023, kami sudah meluluskan (peserta) sekolah virtual angkatan pertama,” ujarnya.
Pada tahun ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng akan memperluas jangkauan program sekolah virtual. Sosialisasi programnya sendiri akan dilaksanakan oleh dinas pendidikan di tingkat kota/kabupaten.
Calon peserta didik sekolah virtual bisa langsung menghubungi sekolah menengah atas negeri yang terdekat untuk mengikuti program. Apabila kuota minimal 30 orang terpenuhi, maka kelas bisa dibuka.
Namun, jika pendaftar kurang dari itu, maka sekolah akan berkoordinasi dengan sekolah lainnya untuk memenuhi kuota minimal.
Uswatun menggarisbawahi, program sekolah virtual tak hanya memfasilitasi anak yang berasal dari keluarga kurang mampu. Anak yang terkendala dengan jam sekolah reguler juga bisa ikut.