Aulanews.id – Seiring bertambah usia, minat terhadap perkara politik pasti muncul, tapi saya tidak menyangka saya akan mencicipi kualitas politik Indonesia yang sebercanda ini. “Demokrasi”, ujarnya.
Mata rantai pengaruh politik yang dilakukan oleh para petinggi justru membuat rakyat hanya bisa bungkam, memohon, dan berserah diri. Bagaimana tidak, bahkan dalam menyuarakan pendapat, rakyat hanya bisa menggerutu dalam hati. Padahal mereka menyaksikan secara langsung ketidakadilan yang terjadi di Indonesia. Sejatinya, demokrasi sendiri memiliki pengertian sebagai sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, ke rakyat, dan untuk rakyat. Jadi, rakyat memiliki peran paling utama.
Namun apa yang sebenarnya terjadi di Indonesia?
Mengulik dari suara tangis rakyat belakangan, politik Indonesia semakin memperbudak rakyat dan menuhankan pemerintah. Rakyat dibungkam, diperas, dijerat dengan rantai oleh para petinggi negara. Dijadikan budak dan dirampas hak-haknya yang merupakan inti utama dari terselenggaranya pemerintahan berdemokrasi.
Lalu bagaimana dengan budaya politik Indonesia yang secara garis besar dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu budaya politik parokial, budaya politik kaula, dan budaya politik partisipan?
Di Indonesia sendiri, budaya politik partisipan merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik dalam berdemokrasi. Karena dengan adanya demokrasi, pemerintah dan rakyat warga negara bisa terhubung, karena rakyat dilibatkan dalam pemilihan umum sehingga rakyat merasa ikut serta dalam berjalannya tatanan Negara. Warga Negara juga mampu menyampaikan kritik, aspirasi, dan juga melontarkan protes terhadap pemerintahan.