Sejak kelompok Hamas mengambil alih kekuasaan di wilayah tersebut pada 2007, Gaza menghadapi kondisi pengangguran tertinggi di dunia. Kondisi ekonomi yang berantakan salah satunya dipicu oleh blokade terhadap banyak barang yang diberlakukan oleh Israel dengan dukungan Mesir.
Bangunan-bangunan di wilayah ini juga telah rusak parah dalam empat perang besar dan sejumlah bentrokan lainnya antara Hamas dan Israel. Juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan, keputusan Israel akan meningkatkan ketegangan yang sudah ada karena berlanjutnya blokade dan agresi Israel terhadap rakyat Palestina.
Sedangkan di Ramallah, wilayah pendudukan Tepi Barat, Menteri Ekonomi Palestina, Khaled Assaili meminta Israel membatalkan larangan yang menghentikan ekspor Gaza ke Israel dan Tepi Barat. Dia menyatakan, keputusan tidak adil tersebut menambah kebijakan hukuman kolektif yang diadopsi oleh Israel sejak 2007 yang telah menyebabkan krisis kemanusiaan di Gaza.
Ekspor Gaza diperkirakan mencapai 134 juta dolar AS per tahun. Pengiriman itu, menurut Kementerian Perekonomian Hamas, sebagian besar ke Israel dan Tepi Barat.
Kementerian Pertanian yang dikelola Hamas di Gaza mengatakan, tindakan Israel akan berdampak pada 60 ribu keluarga petani dan nelayan. Diperkirakan kerugian harian mencapai satu juta shekel atau 263 ribu dolar AS.
“Kami menuntut keputusan yang tidak adil itu dicabut. Keputusan ini tidak didasarkan pada pembenaran nyata dan melanggar hukum internasional dengan menggunakan dalih yang rapuh,” kata Kementerian Pertanian dalam sebuah pernyataan.
Meskipun ada blokade, Israel mengizinkan ribuan pekerja meninggalkan Gaza untuk bekerja di Israel dan Tepi Barat. Israel mempertahankan pos bea cukai untuk memungkinkan ekspor dalam upaya mendorong stabilitas ekonomi pada tingkat tertentu.