Langgar yang dipugar sejak Februari 2024 itu, ungkap Eri Cahyadi dalam pengembangannya sebagai wisata religi bersejarah akan melibatkan pihak keluarga keturunan Sagipoddin (pendiri Langgar Gipo), yang tergabung dalam Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin (IKSA).
“Jadi kalau ada yang berkunjung yang akan menjelaskan sejarahnya adalah pihak keluarga. Saya sudah sowan ke keluarga dan warga sekitar untuk menjadikan Langgar Gipo Cagar Budaya dan destinasi wisata,” imbuhnya.
Selain itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi juga terus berupaya menambah koleksi benda bersejarah dari pihak keluarga untuk diletakan di museum lantai dua Langgar Gipo
“Koleksi tambahan dari keluarga nantinya. Kita akan mencari apa yang bisa diletakan di Langgar Gipo, karena ada beberapa koleksi keluarga belum diletakan di sini. Sehingga, kedepan keluarga akan banyak memasukan benda bersejarah dan cerita terkait Langgar Gipo,” ungkap Eri Cahyadi.
Dalam waktu dekat, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi berencana untuk menambah monitor dalam di museum tersebut. Monitor itu akan memuat sejarah berdirinya Langgar Gipo, seperti profile, tokoh-tokoh ulama yang terlibat dan lainnya.
“Kita akan menambah satu monitor di sini (lantai dua Langgar Dipo), di mana kalau monitor itu dinyalakan akan memutar perjuangan Langgar Gipo ini, profile dan cerita bersejarah,” paparnya.
Sementara itu, Generasi kelima dari keturunan Sagipoddin, Abdul Wage Zain menceritakan bahwa Langgar Gipo sudah berusia 304 tahun pada 2024, tetapi sejak dibangun. Langgar tersebut baru disertifikasi pada tahun 1830 oleh H Tarmidzi (anak H Sagipoddin/Abdullatif, pendiri Langgar Gipo).