Kebutuhan sudah jauh melebihi uang yang tersedia. Kelompok ahli pendanaan iklim yang didukung PBB memperkirakan bahwa negara-negara berkembang kecuali Tiongkok perlu mengeluarkan sekitar US$2,4 triliun per tahun pada akhir dekade ini.
“Dunia kini harus meningkatkan standar untuk mengatasi tantangan yang kita hadapi,” kata Jaber.
“Kita harus mulai memikirkan triliunan, bukan miliaran.”
“PERCAYA PADA ANGKA”
Kesadaran akan besarnya dukungan yang dibutuhkan telah menempatkan fokus pada perluasan sumber pendanaan.
Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional berada di bawah tekanan untuk memulai reformasi besar-besaran guna menyelaraskan pinjaman mereka dengan tujuan kesepakatan Paris untuk membatasi pemanasan global pada 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri.
Inisiatif lain yang sedang dibahas termasuk perpajakan baru, terutama pada industri yang menimbulkan polusi, serta mengalihkan subsidi bahan bakar fosil ke pembangunan ramah lingkungan.
Jaber memperingatkan bahwa ada risiko bahwa “momentum politik dapat hilang dan kemudian hilang atau hilang di antara COPs”.
Tahun ini dapat menimbulkan ketidakpastian yang signifikan, karena sekitar separuh penduduk dunia menyaksikan pemilu di negara mereka masing-masing, termasuk di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Rusia.
Sementara itu, krisis seperti invasi Rusia ke Ukraina dan konflik antara Israel dan Hamas memicu gejolak internasional.
Laurent Fabius, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Perancis dan presiden pertemuan COP21 di Paris, memperingatkan bahwa ketidakpastian politik mengaburkan gambaran pembicaraan iklim tahun ini di Baku.