“Salah satu bentuk kepedulian kami kepada anak-anak adalah membelajarkan mereka sejak dini tentang kehidupan dan cinta tanah air,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Perempuan dan Anak FKPT Jatim, Dra Hj Faridatul Hanum MKom menjelaskan, anak Indonesia adalah harapan bangsa. Anak Indonesia adalah kekayaan yang tak ternilai harganya. Mereka adalah aset besar bangsa yang besar kita.
Dijelaskannya, terkait isu apapun akan berdampak pada anak. Salah satunya adalah radikalisme dan terorisme. Anak dapat dilibatkan dalam isu terorisme mengingat aksi
terorisme mulai mengincar generasi muda khususnya milenial dan Gen Z.
“Berdasarkan hasil penelitian dilakukan BNPT, beberapa tahun terakhir, Indeks Potensi Radikalisme cenderung lebih tinggi di kalangan perempuan, urban, generasi muda (genZ dan milenial).
“Pada gen Z mencapai 12.7, pada milenial mencapai 12.4, pada mereka yang mencari konten keagamaan di internet mencapai 12.6 dan mereka yang menyebar konten keagamaan mencapai 13.3.
“Artinya entitas ini harus diwaspadai dan terus menjadi sasaran utama dalam melakukan kontra radikalisme dan peningkatan
daya tangkal, karena mereka cukup rentan terhadap terpaan radikalisme,” tutur Faridatul Hanum, yang juga aktivis PW Muslimat NU Jawa Timur.
“Dalam aksi terorisme, anak adalah korban sehingga masuk dalam kelompok rentan,” tambahnya.
“Dengan demikian, kami melihat anak justru dapat dilibatkan sebagai agen perubahan untuk mengajak dan melakukan edukasi kepada teman sebayanya agar tidak terpapar paham radikalisme dan mencegah aksi terorisme.”
Awas, Anak Bisa Radikal
Partisipasi anak-anak Indonesia dalam serangan teroris saat ini atau di masa depan sebagian dapat dikaitkan dengan indoktrinasi. Proses indoktrinasi mulai dilakukan pada anak-anak dapat melalui jalur keluarga. Anak-anak yang harusnya menikmati masa kecil mereka diajak ikut sepaham dengan kelompok
terkecilnya yaitu keluarga.