“Dalam setiap aksi terorisme, anak adalah korban sehingga masuk dalam kelompok rentan, sehingga perlu ada penanaman nilai-nilai Pancasila dan toleransi sejak usia dini untuk mencegah pengaruh paham radikal terorisme,” tutur Hesti, dalam sambutannya.
FKPT Jatim, menurut Hesti, siap mendorong guru dan pembimbing siswa agar mampu menjadi agen perdamaian, mengorganisir siswa dan siswi dan menumbuhkan kesadaran untuk bersama-sama melawan segala bentuk paham dan propaganda kelompok radikal terorisme. Setidaknya untuk lingkungan sekolah dan keluarga masing-masing.
“Salah satu bentuk kepedulian kita pada mereka adalah membelajarkan mereka sejak dini tentang kehidupan dan cinta tanah air,” tutur Hesti.
Menumbuhkan Sikap Mental
Perwakilan BNPT, Ahadi Wijayanto SE (Subkoordinator Tata Usaha Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi), dalam sambutannya mengatakan, saat ini adalah waktu yang tepat untuk terus menumbuhkembangkan sikap, mental, perilaku, potensi, dan karakter positif pada anak.
“Salah satu bentuk kepedulian kami kepada anak-anak adalah membelajarkan mereka sejak dini tentang kehidupan dan cinta tanah air,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Perempuan dan Anak FKPT Jatim, Dra Hj Faridatul Hanum MKom menjelaskan, anak Indonesia adalah harapan bangsa. Anak Indonesia adalah kekayaan yang tak ternilai harganya. Mereka adalah aset besar bangsa yang besar kita.
Dijelaskannya, terkait isu apapun akan berdampak pada anak. Salah satunya adalah radikalisme dan terorisme. Anak dapat dilibatkan dalam isu terorisme mengingat aksi terorisme mulai mengincar generasi muda khususnya milenial dan Gen Z.
“Berdasarkan hasil penelitian dilakukan BNPT, beberapa tahun terakhir, Indeks Potensi Radikalisme cenderung lebih tinggi di kalangan perempuan, urban, generasi muda (genZ dan milenial).
“Pada gen Z mencapai 12.7, pada milenial mencapai 12.4, pada mereka yang mencari konten keagamaan di internet mencapai 12.6 dan mereka yang menyebar konten keagamaan mencapai 13.3. “Artinya entitas ini harus diwaspadai dan terus menjadi sasaran utama dalam melakukan kontra radikalisme dan peningkatan daya tangkal, karena mereka cukup rentan terhadap terpaan radikalisme,” tutur Faridatul Hanum, yang juga aktivis PW Muslimat NU Jawa Timur.
“Dalam aksi terorisme, anak adalah korban sehingga masuk dalam kelompok rentan. Dengan demikian, kami melihat anak justru dapat dilibatkan sebagai agen perubahan untuk mengajak dan melakukan edukasi kepada teman sebayanya agar tidak terpapar paham radikalisme dan mencegah aksi terorisme,” tambahnya.