Aulanews.id – “Sekretaris Jenderal mengutuk keras serangan yang dilaporkan dilakukan pada tanggal 5 Juni oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di desa Wad Al-Noura, negara bagian Jazira, yang dikatakan telah menewaskan lebih dari 100 orang,” kata Juru Bicaranya dalam sebuah pernyataan. pernyataan semalam, yang juga menggarisbawahi “penderitaan luar biasa yang dialami penduduk Sudan akibat permusuhan yang terus berlanjut”.
“Ini adalah waktu yang tepat bagi semua pihak untuk membungkam pendapat mereka di seluruh Sudan dan berkomitmen pada jalan menuju hal tersebut perdamaian berkelanjutan untuk rakyat Sudan.”
Memberikan pengarahan kepada wartawan di Jenewa dari Port Sudan, Mohamed Refaat, kepala misi badan migrasi PBB (IOM) di negara tersebut, menyoroti “laporan yang benar-benar mengerikan mengenai serangan kekerasan dan korban jiwa” di desa Wad Al-Noura di negara bagian Aj Jazirah di hari Rabu.
Komentarnya muncul ketika gambar video yang belum dikonfirmasi menunjukkan lusinan jenazah dibaringkan untuk dimakamkan di desa tersebut menyusul laporan serangan yang dilakukan oleh pejuang RSF bersenjata lengkap, sekitar 112 kilometer (70 mil) dari ibu kota.
Setidaknya 35 anak diyakini termasuk di antara korban tewasmendapat kecaman keras dari Direktur Eksekutif Dana Anak-anak PBB (UNICEF) Catherine Russell.
“Ini adalah satu lagi pengingat suram tentang bagaimana anak-anak Sudan menanggung akibat dari kekerasan brutal ini,” katanya dalam sebuah pernyataan pada Kamis malam. “Selama setahun terakhir, ribuan anak terbunuh dan terluka. Anak-anak telah direkrut, diculik dan menjadi sasaran pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya. Lebih dari lima juta anak terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Titik nyala DarfurDi titik konflik lainnya, di ibu kota Darfur Utara, El Fasher, di barat Sudan, sekitar 800.000 warga sipil masih berada dalam bahaya, di tengah meningkatnya pertempuran antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan RSF.
Lokasi tersebut tetap “tidak dapat diakses” oleh PBB baik lintas batas maupun lintas bataskata Pak Refaat.
Ia menyerukan semua pihak untuk memfasilitasi akses bantuan tanpa hambatan ke wilayah tersebut “melalui semua jalur yang tersedia” dan menekankan bahwa harga air dan bahan bakar di sana telah “meroket”, sehingga kebutuhan pokok menjadi tidak terjangkau.
Pengungsi internal di Sudan sejak dimulainya konflik pada tanggal 15 April tahun lalu telah hampir mencapai angka 10 juta jiwa, kata Refaat dari IOM, dan kerawanan pangan menjadi faktor yang semakin meningkatkan keputusan masyarakat untuk mengungsi. Sekitar 18 juta orang di negara ini mengalami kelaparan akut, sementara 3,6 juta anak-anak mengalami kekurangan gizi akut.