Di hari kelahirannya, TNI sangat perlu merenungkan kembali konsep TNI manunggal bersama rakyat yang mendudukkan institusi dan personel TNI sebagai bagian dari rakyat. Berada di tengah-tengah rakyat untuk mengayomi dan melindunginya, serta secara tegas menolak adanya ajakan, bujukan, dan pengaruh untuk melibatkan diri dalam aktivitas politik praktis.
Akan sangat disayangkan jika TNI tidak bisa menegaskan komitmen kebangsaan mereka yang menolak adanya segala bujukan atau godaan untuk terlibat dalam aktivitas politik praktis. Itu karena tanpa komitmen ini, akan ada dorongan dari kelompok politik tertentu yang berusaha menjadikan TNI sebagai alat untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan sehingga memunculkan persepi masyarakat yang buruk terhadap TNI.
Komitmen TNI
Tragedi Mei 1998 menggambarkan posisi TNI yang menjadi pesakitan karena dianggap menjadi penghalang atau musuh rakyat. TNI saat itu dicap sebagai alat kekuasaan yang keberadaannya ialah untuk mempertahankan kelanggengan pemerintahan Orde Baru. Itu karena sikapnya yang bersama-sama aparat kepolisian juga bertindak represif dalam menyikapi aksi demonstrasi, baik oleh mahasiswa maupun kelompok masyarakat sipil lainnya. TNI sesaat setelah jatuhnya kekuasaan Orde Baru juga terus disalahkan atas berbagai peristiwa masa lalu dan dianggap sebagai penghambat kemajuan demokrasi.
Patut disyukuri bahwa pada 1999, Panglima TNI saat itu, Jenderal TNI Wiranto, mengambil langkah dan keputusan tepat untuk segera melakukan reformasi internal di tubuh TNI. Kebijakan ini bukan menjadi hal yang populis di sebagian anggota TNI, melainkan menjadi penentu diperolehnya kembali kepercayaan rakyat.