Pada kesempatan yang sama, Khofifah pun memuji penerapan Communal Branding yang dilakukan para pengrajin di desa ini. Dimana, mereka menggunakan merk bersama yakni Wedani Giri Nata (WGN) yang digunakan oleh 61 pelaku industri tenun di Desa ini.
Melalui communal branding, lanjutnya, maka standar dari kualitas akan lebih terjaga. Terlebih ketika ada permintaan produk dalam jumlah yang besar, baik dari pasar dalam negeri maupun luar negeri.
“Ditambah market biasanya punya referensi warna dan desain tersendiri. Pengrajin dituntut mengikuti trend pasar. Dengan communal branding ini akan ada jaminan standar kualitasnya. Desa Devisa Wedani ini bisa dicontoh desa lain dengan ekosistem yang sudah tertata sangat baik dan sinergi yang sangat baik,” katanya.
Tidak hanya itu, Khofifah juga memuji semangat para pengrajin tenun di Desa Wedani ini dalam membangun sinergitas, inovasi, kreativitas dan jejaring yang luas. Baik jejaring dengan designer, bahan baku, maupun akses pasar yang luas.
“ Mudah-mudahan pengalaman baik desa devisa Wedani ini bisa menjadi inspirasi dan referensi bagi daerah lainnya,” katanya.
Gubernur Khofifah juga menyampaikan bahwa tradisi menenun di Jawa Timur merupakan tradisi turun temurun yang harus terus dilestarikan. Di Desa Wedani ini sendiri sudah sampai generasi keempat. Kemudian di beberapa daerah penghasil tenun lainnya di Jatim seperti di Larangan Lamongan dan Bandar Kidul Kediri adalah generasi ketiga.
“Tidak banyak yang tahu bahwa tradisi menenun di Jawa Timur sudah dari generasi ke generasi. Dan saat ini merupakan kesempatan untuk kembali meluaskan pengenalan sekaligus memasarkan seiring dengan suksesnya pemasaran batik Jawa Timur sebagai produk budaya dan kreatif berbagai daerah,” katanya