Para peneliti di sini menggunakan data dari Women’s Health Initiative, sebuah proyek yang dimulai pada tahun 1991 oleh US National Institutes of Health, untuk mempelajari masalah kesehatan utama pada wanita pascamenopause. Data Women’s Health Initiative menyediakan kelompok ras dan etnis yang paling beragam yang mengevaluasi patah tulang pada wanita pascamenopause.
Selama dua dekade, penelitian ini menunjukkan bahwa 71.124 wanita, 44,2% dari mereka yang diamati dalam penelitian ini, mengalami patah tulang. Risiko patah tulang tertinggi terjadi pada wanita kulit putih, diikuti oleh Indian Amerika/Penduduk Asli Alaska, multiras, Asia, dan kemudian penduduk Kepulauan Pasifik. Wanita kulit hitam memiliki tingkat patah tulang terendah. dilansir dari Medicalxpress.com pada Kamis (15/8/2024).
Di antara orang Asia-Amerika, para peneliti di sini mengamati risiko patah tulang klinis tertinggi pada wanita asal India. Wanita Filipina memiliki tingkat patah tulang terendah. Jika dibandingkan dengan risiko patah tulang pada wanita kulit putih, hanya wanita Tionghoa, Filipina, Jepang, dan wanita asal Asia yang tidak disebutkan memiliki risiko yang jauh lebih rendah.
Para peneliti menemukan bahwa wanita Hispanik memiliki risiko patah tulang 10% lebih rendah dibandingkan dengan wanita non-Hispanik. Di antara wanita Hispanik, wanita Kuba-Amerika memiliki risiko patah tulang tertinggi (dan wanita asal Hispanik yang tidak disebutkan memiliki risiko terendah).