Aulanews.id – “Ba” untuk mbak dan “bu” untuk ibu. Begitupun pemaknaan “babu” yang dimengerti oleh Alima, seorang narator dalam film dokumenter “They Call Me Babu.”
Alima adalah perempuan muda yang bekerja sebagai pengasuh (nanny) salah satu keluarga Belanda di masa kolonial. Dari film ini kita mengetahui bahwa keluarga Belanda yang tinggal di Hindia memiliki kebiasaan merekam aktivitas keluarga bersama para Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang mereka panggil babu itu. Rekaman keluarga itu adalah salah satunya ditujukan untuk memperlihatkan kehidupan di wilayah kolonial kepada teman dan kerabat yang ada di Belanda.
Sandra Beerends, yang menyutradarai film yang diproduksi di tahun 2019 ini, menggunakan 500 footage dari berbagai sumber yang berbeda termasuk rekaman yang dimiliki keluarga Belanda dalam memproduksi film dokumenter ini. Dari 500 itu, kemudian dipilah menjadi 179 footage sehingga menghasilkan sebuah kolase yang unik, menarik dan apik.
Kepolosan dan Ketulusan adalah Inti dari Film ini. Film yang memenangkan Netherlands Film Festival 2020 ini menampilkan visual yang berupa rekaman keluarga Belanda bersama babu mereka. Meskipun berasal dari footage yang berbeda, tetapi narasi dijahit dengan runut menjadi kisah tentang Alima.
Oleh karena itu, Alima di sini bisa disebut sebagai suara yang merepresentasikan suara-suara Alima yang lain. Suara-suara yang sebelumnya barangkali tak terdengar atau tak didengar.
Film yang berlatar pada abad ke-20, sebelum pecahnya Perang Dunia II ini, mengambil sudut pandang Alima, seorang perempuan yang seolah-seolah sedang bercerita kepada ibunya yang telah meninggal dunia.
Alima yang berkisah mengenai situasi yang dia lalui dalam rentang pergolakan 1939 hingga 1949. Selama dasawarsa itu, ia menyaksikan dampak Perang Dunia II, masa pendudukan Jepang, dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Suara Alima yang diisi oleh Denise Aznam bertutur dengan pelan dan syahdu. Tidak sedikit yang berkomentar, bahwa siapapun yang menikmati dokumenter itu ialah ibarat mereka sedang didongengi oleh seseorang yang berada tepat di sebelah mereka.
Di awal dokumenter itu, kita dapat mendengar dan mungkin saja membuat penilaian tentang keluguan dan kepolosan dari perempuan muda. Baginya, dunia yang ia temui dipahami sebagai sesuatu yang serba baru dan penuh ketakjuban. Ia bertutur seolah begitu kagum, misalnya pada kulit putih bayi Belanda bernama Jantje–bayi yang ia asuh begitu tulus, keteraturan waktu keluarga Belanda, dan salju yang putih seperti pasir putih ajaib.