Aulanews.id – Sosialisasi Undang-undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren dan Majelis Masyayikh (MM) digelar di Ponpes (Pondok Pesantren) Tebuireng Jombang, Selasa (29/11/2022). Acara yang dihadiri perwakilan pesantren dari berbagai kota di Jatim (Jawa Timur) itu dilaksanakan di gedung KH Yusuf Hasyim.
Dalam forum tersebut, MM mendapatkan banyak masukan dari peserta. Termasuk dari narasumber yang merupakan perwakilan dari pesantren Tebuireng Jombang, KH Nur Hannan, Lc, M.H.I. Sedangkan anggota MM yang hadir menyampaikan sosialisasi adalah Prof DR KH. Abdul A’la Basyir dan KH. Aziz Afandi.
Mudir (Direktur) Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Pondok Pesantren Tebuireng, KH Nur Hannan, mengatakan bahwa masih banyak persoalan di lapangan untuk pelaksanaan UU Pesantren. Salah satunya adalah ketika lulusan dari pendidikan pesantren melanjutkan ke jenjang umum yang lebih tinggi. Pasalnya, ijazah yang dikeluarkan pesantren tidak diakui oleh jalur formal.
“Tetapi sebenarnya persoalan utama bukan pada regulasi, tapi mungkin pada sosialisasi yang belum dipahami oleh pihak lain. Sehingga kemudian belum bisa mengakui ijazah yang dikeluarkan oleh pesantren. Padahal di aturan sudah sangat gamblang bahwa lulusan pesantren memiliki hak yang sama. Di antaranya bisa melanjutkan pendidikan di jenjang lebih tinggi, baik sejenis maupun tidak sejenis. Kedua, berhak mendapatkan kesempatan kerja. Poin itu ada di undang-undang,” ujar Kiai Hannan.
Namun realitasnya, lanjut Kiai Hannan, ketika ada lulusan Ma’had Aly yang mengajar di SMA (Sekolah Menengah Atas) atau MA (Madrasah Aliyah), mereka belum bisa memasukkan ijazah ke dapodik (data pokok pendidik). “Jadi riwayat ijazah Ma’had Aly belum terakomodir di situ. Makanya situasi tersebut kita sampaikan ke Majelis Masyayikh,” ujar Ketua Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (Amali) ini.