“Keluar dari Tebuireng tahun 1991 dan lanjut kulian ke Jogja. Bahkan sebelum mulai perkuliahan di IAIN Sunan Kalijaga [UIN Sunan Kalijaga] saya sudah konser kemana-mana. Dan tahun 1996 mulai bergabung dengan Mas Ngatawi al-Zastrow,” jelas Mas Kiai menceritakan masa lalunya.
Bagi Mas Kiai, kesenian adalah salah satu aspek sosial-budaya yang keberadaannya perlu dikembangkan dan dirawat. Untuk itu, negara dalam hal ini pemerintah kabupaten (Pemkab) harus hadir melalui regulasi dan pendampingan agar kesenian di Sumenep tetap lestari dan pegiatnya pun lebih sejahtera.
Mas Kiai juga menyayangkan perihal dirinya yang selalu difitnah. Sebab dalam momentum politik ini, fitnah juga bagian dari black campaign atau kampanye hitam. Berbeda dengan negative campaign, meski menyakitkan dan merugikan, tetapi sesuai dengan data dan fakta.
“Sebelum-sebelumnya juga saya difitnah katanya pengikut Islam garis kanan. Padahal saya ini alumni Pesantren Tebuireng. Pendahulu-pendahulu saya juga alumni Pesantren Tebuireng,” tandasnya. (**)