Bapak Al Ameemi menggambarkan manipulasi kompetisi sebagai “pintu gerbang menuju kejahatan”: Joseph Gillespie, Kepala Unit Ancaman Kejahatan Terorganisir Transnasional di FBI (Biro Investigasi Federal AS), memperluas tema tersebut, dengan menekankan bahwa Biro tersebut mempunyai minat yang besar dalam memberantas korupsi dalam olahraga, karena korupsi memberikan peluang bagi kejahatan terorganisir untuk mendapatkan keuntungan melalui pemerasan, taruhan ilegal, dan aktivitas melanggar hukum lainnya.
INTERPOL, UNODC dan Komite Olimpiade Internasional (IOC) telah berkolaborasi dalam menyusun panduan bagi para pembuat kebijakan, untuk membantu mereka mengatasi dan secara efektif menyelidiki manipulasi kompetisi.
Anita DeFrantz, anggota IOC dan pemenang medali pada Olimpiade 1976 di Montreal, menggarisbawahi pentingnya kolaborasi yang kuat antara organisasi olahraga dan lembaga penegak hukum dalam memastikan integritas dan kredibilitas, dan menyoroti peran Kemitraan Internasional Melawan Korupsi dalam Olahraga (IPACS), yang mencakup organisasi olahraga internasional, pemerintah, dan badan antar pemerintah termasuk UNODC.
Sebagai olahraga paling populer di dunia, yang sarat dengan uang dalam jumlah besar, sepak bola sangat rentan terhadap korupsi. Bahkan badan pengatur olahraga dunia, FIFA, pernah menghadapi tuduhan kriminal dan skandal, terutama pada tahun 2015, ketika beberapa pejabat FIFA ditangkap di sebuah hotel terkemuka di Swiss.
Menyusul penyelidikan Departemen Kehakiman AS terhadap korupsi di FIFA pada tahun 2016, perhatian komunitas internasional terhadap korupsi dan kejahatan dalam olahraga meningkat secara signifikan, seiring dengan seruan untuk mengambil tindakan.