Menanggapi hal tersebut, salah satu peserta FGD Dr. Yusuf Amrozi, M.MT selaku dosen di UIN Sunan Ampel Surabaya ini sependapat dari apa yang disampaikan oleh Rektor UAD tersebut terkait dengan penurunan animo sejumlah prodi jenuh maupun tren penurunan jumlab mahasiswa baru. Oleh sebab itu hal ini menjadi PR bagi manajemen perguruan tinggi untuk mengusulkan pendirian prodi yang diminati, tidak hanya oleh generasi Gen Z, tetapi juga trend kebutuhan pasar industri ditahun-tahun mendatang. Yusuf yang juga sebagai ketua LSP Uinsa ini memandang bahwa secara nomenklatur, nampaknya prodi prodi dalam ranah pendidikan vokasi lebih berpotensi untuk lebih bisa adaptasi dengan perubahan suasana industri yang begitu cepat.
Alumni Alumni S1 Teknik Elektro UNISMA Angkatan 1995 ini menegaskan bahwa pemerintah juga perlu memiliki ketegasan dalam memberi ijin pendirian perguruan tinggi baru. Memang beberapa waktu yang lalu sempat ada kebijakan penghentian sementara (moratorium) pendirian PT, tetapi hal itu sudah tidak berlaku. Nampaknya saat ini Kementerian Dikbud Ristek mengambil kebijakan ‘buka tutup’ melalui aplikasi di Siaga. Artinya pada kondisi tertentu PT dapat didirikan pada daerah tertentu. Oleh karena itu Menteri melalui Direktorat Kelembagaan pada Ditjen Dikti Ristek berperan penting terhadap perijinan pendirian pembukaan prodi baru dan institusi PT. Sehingga butuh ketegasaan dari Kementerian terkait, jangan sampai begitu gampang ‘obral perijinan’ perguruan tinggi, khususnya pada daerah yang sudah banyak perguruan tinggi.
Bagi PTS hal yang terpenting adalah perlunya kebijakan yang lebih adil dan fair, termasuk untuk perguruan tinggi swasta. Misalnya pembatasan quota maba bagi PTN, dukungan akses sumberdaya yang lebih meningkat bagi PTS baik dalam hal riset, hingga fasilitasi jejaring dengan dunia usaha/industri/BUMN. “Karena lembaga pendidikan swasta juga memberi andil besar dalam memberi layanan dan akses pendidikan di masyarakat”, pungkas Sekretaris LPTNU Jawa Timur Periode 2011 s/d 2024 ini.
Pertanyaannya adalah adakah potensi ditengah himpitan persoalan diatas pada perguruan tinggi swasta bisa mencapai WCU? Walau pada kisaran pada angka 1000, PTS di tanah air sudah ada yang nangkring pada database QS-WUR. Lalu bagaimana dengan UNISMA atau Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama lainnya?.
Di Sejumlah PTNU, nampaknya usaha dan geliat untuk pengembangan kearah pengembangan dan prestasi kelembagaan telah dilakukan, baik yang memasang tarjet untuk berdaya saing pada level propinsi, level nasional, hingga ke arah internasional. Capaian prestasi memang tidak semata-mata dari jumlah mahasiswa, masih banyak Indikator Kinerja Utama (IKU) maupun IKT yang harus dipenuhi. Insyaallah dengan rencana tahapan yang sistematis, serta tatakelola yang bagus dengan ditopang dengan sumberdaya manusia yang unggul dan tidak mudah menyerah, cita-cita menjadi WCU bukan sesuatu yang tidak mungkin.