Hari ini, sebagian pengungsi pria melihat kondisi rumahnya pasca erupsi Semeru. Mereka tetap berada di pengungsian agar jauh dari lokasi bencana. Mereka pun juga berjaga-jaga bila ada erupsi susulan yang terjadi.
“Wis nang kene ae durung aman nek mbalek mrono. Lagian omahe entek ga nok siso (Di sini saja, di sana tidak aman kalau kembali kesana. Apalagi rumah sudah habis tanpa sisa),” imbuhnya.
Sunarto juga mengungkapkan sebelum awan panas menerjang, hujan deras telah turun sejak siang. Kemudian pada sorenya terdengar suara gemuruh dari kawah. Sekitar 30 menit, baru terlihat muntahan awan panas.
“Awalnya hujan deras sejak siang sebelum Gunung Semeru muntahkan awan panas dan banjir lahar hujan di Sungai Curah Kobokan,” ucap Sunarto.
“Dari kawah sebelumnya, keluar bunyi gemuruh, sekitar 30 menit langsung keluar muntahan awan panas. Dan warga semua berlarian,” terang Sunarto.
Sebelumnya, Gunung Semeru erupsi sekitar pukul 14.47 WIB. Warga sempat berlarian untuk menyelamatkan diri. Beberapa desa yang terdampak awan panas Gunung Semeru, yaitu Kecamatan Pronojiwo meliputi Desa Curah Kobokan dan Desa Supiturang. Serta Kecamatan Candipuro meliputi Desa Sumberwuluh.
Wakil Bupati Lumajang, Indah Amperawati Masdar menyebutkan bahwa sekitar 12 orang meninggal di kawasan Curah Kobokan. 41 Korban mengalami luka bakar lahar panas, 2 di antaranya ibu hamil yang mengandung usia 8 dan 9 bulan. Dan Mereka dirawat di Puskesmas dan RS untuk perawatan intensif. Rata-rata korban mengalami luka bakar di wajah, tangan, kaki hingga sekujur tubuhnya.
dilansir dari detik.com