Tahun ini, kata Novi, Nadiem memberikan secercah harapan untuknya. Prograam PPPK memberikan harapan kehidupan yang lebih layak.
“Tetapi tahukah mas menteri? soal-soal yang mas menteri berikan hanya teori belaka saja. Tak sebanding dengan praktik pengabdian berpuluh-puluh tahun lamanya. Soal-soal yang membuat beliau terseok-seok ketika memegang mouse dan membuat kepalanya pening,” urai Novi.
Akhirnya, passing grade pun tak diraih. Pecahlah tangis beliau di dalam hati. Terlihat jelas ketika nilai-nilai itu terpampang di layar monitor. “Beliau terdiam seribu bahasa. Entahlah, apa yang dipikirkan. Melihatnya sayapun ikut terisak,” tutur Novi.
Sepatu Jadi Saksi di Surga
“Memang benar beliau tak secerdas, sejenius, sekreatif mas menteri. Tetapi beliaulah yang menjadi pelita di tengah gulita buta aksara di pelosok negeri,” imbuh Novi.
Bagi Novi, guru tersebut tak pandai teknologi, tetapi tanpa teknologi ia mampu membuat anak-anak negeri ini merangkai kata dari A hingga Z. Ia juga mampu membuat anak berhitung hal-hal dasar untuk memahami hidup.
“Memang benar para muridnya sebagian besar menjadi TKI dan TKW. Tapi tahukah mas menteri, bukankah mereka juga merupakan pahlawan penghasil devisa negara tercinta ini? Beliau mempunyai andil yang besar dalam membangun negeri tercinta ini,” kata Novi lagi.
Novi berharap Nadiem Makarim memberikan keringanan untuk melihat guru itu agar bisa menikmat masa tua dengan sepatu dan kehidupan uang layak. “Tak usah diperumit,” harap Novi.
“Jika tidak ada kebijakan untuk mengangkat derajat mereka, setidaknya di surga besok sepatu ini akan menjadi saksi bahwa ilmu yang beliau ajarkan sangat bermanfaat untuk keberlangsungan umat,” tegasnya.