Fasilitas ini tidak hanya membantu para penyandang disabilitas, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi/pembelajaran baru tentang tanaman di sekitar mereka.
Keberadaan fasilitas ini tidak hanya menunjukkan bahwa pembelajaran tidak hanya dilakukan di ruang kelas dengan membaca buku, tetapi pembelajaran juga dapat dilakukan di ruang terbuka dengan cara yang inovatif seperti ini.
Fasilitas ramah disabilitas juga disediakan di berbagai fasilitas publik, seperti penggunaan ramp di Museum Pendidikan, tempat wudhu, dan penyediaan kursi roda di Masjid Al Akbar Surabaya.
Trotoar khusus yang dilengkapi ubin penuntun tuna netra dan patok penghalang kendaraan bermotor, serta lift, jalur khusus, dan tempat parkir penyandang disabilitas di gedung pemerintahan Kota Surabaya.
Inisiatif untuk lebih ramah disabilitas ini berjalan dengan baik dan telah memberikan dampak yang positif bagi masyarakat di kota Surabaya.
Banyak pihak yang belum mengetahui tentang keberadaan fasilitas JPO dan sensor di jalur penyeberangan. Selain karena kurangnya sosialisasi, jumlah pejalan kaki di Indonesia masih relatif sangat rendah.
Untuk Taman Bicara, salah satu tantangan yang dihadapi inisiatif ini, yaitu perlunya anggaran pengadaan alat yang tidak murah.
Kota Surabaya membutuhkan anggaran lebih dari Rp 100 juta untuk pengadaan 14 sensor alat bicara di satu ruang terbuka hijau.
Selain itu, perlu adanya pengamanan yang lebih di lingkungan ruang terbuka hijau tersebut.Tidak sedikit fasilitas umum yang pernah diambil oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Penyediaan fasilitas seperti ini sangat memungkinkan untuk direplikasi di kota lain. Pengadaan berbagai fasilitas ini dapat dengan mudah dilakukan oleh pemerintah daerah.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa penyediaan fasilitas seperti ini membutuhkan pendanaan yang cukup besar, terutama dalam pengadaan teknologi dan system di tempat umum. (Mg06)