Subak berasal dari kata wak, yang berarti bak atau saluran air. Terkait itu, subak dimaknai sebagai pembagian air dari satu sumber, yang dibagi ke dalam bagian-bagiannya.
Subak ini warisan dari leluhur. Sayang jika tidak dimanfaatkan dan dilestarikan.
Pengakuan dari UNESCO itu merefleksikan pengakuan dunia terhadap nilai luar biasa dan universal subak sehingga dunia ikut melindunginya. Pengakuan itu sekaligus menegaskan subak sebagai budaya asli Indonesia. Adapun lima titik lanskap subak di Bali yang diusulkan sebagai warisan dunia adalah Pura Subak Danau Batur, Danau Batur, Subak Pakerisan, Subak Catur Angga Batukaru, dan Pura Taman Ayun.
Kompas edisi Selasa (9/4/2019) memberitakan, subak yang diakui UNESCO seluas 19.519,9 hektar dengan kawasan penunjangnya mencapai 1.454,8 hektar. Total ada 17 subak, masing-masing 14 subak di Kabupaten Tabanan dan tiga subak di Kabupaten Gianyar.
Pemerintah Provinsi Bali mengakomodasi keberadaan subak dan secara normatif menjaga eksistensi subak melalui Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 tentang Subak. Pemprov Bali mengalokasikan bantuan keuangan khusus (BKK) pada tahun anggaran 2023 sebesar Rp 28,59 miliar kepada 2.859 subak di seluruh Bali.
Pengakuan pemerintah terhadap keberadaan subak kembali dikuatkan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali. Adapun subak dalam ketentuan itu adalah organisasi tradisional di bidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat Bali bersifat sosioagraris, religius, dan ekonomis, yang secara historis terus tumbuh dan berkembang.
Dalam buku Subak dan Kerta Masa: Kearifan Lokal Mendukung Pertanian Berkelanjutan, Faisal Kasryno bersama Effendi Pasandaran dan Achmad M Fagi juga menuliskan, sistem subak merupakan kelembagaan pengelolaan irigasi pedesaan.