Dalam buku Subak dan Kerta Masa: Kearifan Lokal Mendukung Pertanian Berkelanjutan, Faisal Kasryno bersama Effendi Pasandaran dan Achmad M Fagi juga menuliskan, sistem subak merupakan kelembagaan pengelolaan irigasi pedesaan.
Subak juga mencakup nilai dasar, yang terkandung dalam Tri Hita Karana sebagai filsafat hidup masyarakat Bali. Di dalamnya mengandung keserasian pengelolaan sumber daya lahan dan air dalam suatu daerah aliran sungai (DAS).
Tantangan
Semasa hidupnya, pakar subak, yang juga tim penyusunan proposal warisan budaya dunia (WBD) subak, I Wayan Windia, kerap melontarkan keprihatinannya atas eksistensi subak di Bali yang mengalami tekanan dan ancaman dari berbagai sisi. Subak di Bali, menurut Windia, termarginalisasi dan terancam alih fungsi lahan akibat hegemoni kapitalisme.
Senada, Rektor Universitas Dwijendra, yang juga ahli subak dan Ketua DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali, I Gede Sedana mengatakan, ancaman terhadap subak semakin kuat karena sektor pertanian belum menjadi tumpuan bagi masyarakat.
”Anak-anak muda tidak dapat dipaksa bertani, kecuali memberikan kemungkinan keuntungan ekonomi yang tinggi, misalnya, urbanfarming,” kata Sedana.
Ketua Dewan Pimpinan Bumi Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) Catrini Pratihari Kubontubuh menyatakan, subak adalah warisan budaya yang sangat berharga. Bali beruntung memiliki subak karena merupakan rumah elemen budaya, sosial, spiritual, ritual, dan tradisi.
”Subak ini warisan dari leluhur. Sayang jika tidak dimanfaatkan dan dilestarikan,” kata Catrini di Desa Selat, Karangasem.
Dalam acara jamuan makan malam serangkaian perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-77 Serikat Perusahaan Pers (SPS) di kompleks Jaya Sabha, kediaman Gubernur Bali, di Kota Denpasar, Jumat (11/8/2023), Gubernur Bali Wayan Koster mengungkapkan ambisinya untuk mengurangi impor bahan pokok ke Bali dan mengoptimalkan penggunaan produk lokal, termasuk beras dan bawang putih.
Koster menyebutkan, pemerintah sepatutnya mengutamakan penggunaan produk lokal dibandingkan dengan mengantungkan pada bahan impor meskipun harga produk lokal lebih mahal. Ia pun menggencarkan penanaman bahan pokok dan pemanfaatan produk lokal demi kedaulatan pangan. ”Ini untuk kesejahteraan masyarakat lokal,” katanya.
Keinginan dan harapan menyejahterakan petani dan krama subak di Bali, seperti diamanatkan UU Provinsi Bali, tentunya membutuhkan komitmen dan aksi nyata. Secara nyata, subak semakin menghilang di kawasan perkotaan di Bali dan sedang terdesak keberadaannya di perdesaan.