Aulanews.id – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan realisasi penerbitan utang pemerintah mencapai Rp 194,9 triliun hingga 31 Juli 2023. Realisasi pembiayaan utang pemerintah tersebut, mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, jika dibandingkan dengan periode 31 Juli 2022, realisasi penerbitan utang tersebut mengalami penurunan sebesar 17,8%. Pada tahun 2023 ini, pemerintah menargetkan penerbitan utang sebesar Rp 696,3 triliun.
“Artinya jika dilihat dan dibandingkan pembiayaan utang tahun lalu maka pembiayaan utang mengalami penurunan sangat tajam yaitu 17,8%. Kita baru mengeluarkan 28% total pembiayaan utang yang seharusnya ada dalam UU APBN,” ucap Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta, Jumat (11/8/2023).
Penarikan utang pemerintah sendiri terbagi dalam Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 184,1 triliun dan pinjaman sebesar Rp 10,9 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah menargetkan penerbitan SBN sebesar Rp 712,9 triliun di tahun 2023. Dengan realisasi penerbitan SBN sebesar Rp 184,1 triliun berarti pemerintah baru menerbitkan 25,8% dari target.
Seiring kinerja positif APBN, defisit diproyeksikan lebih rendah, sehingga diharapkan dapat mengurangi kebutuhan pembiayaan utang.
“Kalau kita lihat dengan penerimaan negara kita yang masih baik dan belanja tetap terjaga maka kita bisa menurunkan penerbitan SBN yang hanya 25,8% saja ( dari target), atau turun 17,8%,” jelasnya.
Sri Mulyani menambahkan, penurunan realisasi penerbitan utang berdampak pada kenaikan peringkat Indonesia di lembaga pemeringkat dunia. Hal tersebut juga menggambarkan penilaian risiko terhadap APBN dan pengelolaan utang indonesia dianggap baik, stabil, dan positif.
Lembaga pemeringkat kredit R&I (25 Juli 2023) menaikan outlook credit rating Indonesia dari stable menjadi positif didukung kinerja kebijakan ekonomi yang kredibel di tengah ketidakpastian ekonomi global.
“Tentu ini adalah kinerja dari APBN kita yang dijaga secara hati-hati dan kinerja ekonomi kita yang positif menyebabkan confidence terhadap perekonomian dan APBN tetap terjaga kuat dan juga risiko dianggap bisa dikelola secara sangat baik,” pungkas Sri Mulyani. (MEM)