Aulanews.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati angkat bicara soal potensi ekonomi halal Indonesia. Menurut Sri Mulyani, ekonomi halal akan mampu memberikan sumbangsih hingga triliunan rupiah bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya.
Ekonomi halal menjadi salah satu sektor yang akan terus dikembangkan pemerintah Indonesia, karena memiliki potensi untuk meningkatkan PDB Indonesia hingga US$ 5,1 miliar per tahun, berdasarkan perhitungan Indonesia Halal Markets Report 2022 yang diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Menurut laporan Halal Market yang dikutip Menkeu, ekonomi halal dapat mendorong PDB Indonesia sebesar US$ 5,1 miliar per tahun. “Melalui ekspor dan peluang investasi yang masih sangat besar,” ujar Sri Mulyani dalam acara The 7th Annual Islamic Finance Conference yang disiarkan kanal YouTube Kemenkeu.
Sri Mulyani mengatakan potensi ini juga datang dari posisi Indonesia sebagai pasar konsumen halal terbesar di dunia, dengan kurang lebih 230 juta penduduk muslim. “Sebagai negara muslim terbesar, ekonomi halal di Indonesia memiliki potensi yang besar,” kata dia.
Di samping itu, Sri Mulyani juga menyinggung tren ekonomi halal dunia yang terus meningkat, baik dari sisi produksi maupun konsumsi secara global.
“Ada 1,9 miliar muslim di seluruh dunia yang membelanjakan US$ 2 triliun untuk produk halal sepanjang 2021. Nilai belanja produk halal ini naik hampir 9% dari 2020,” ucap Sri Mulyani.
Ekonomi halal diproyeksikan dapat tumbuh sebesar 7,8 persen secara global pada 2025. Nilainya, kata Sri Mulyani, dapat mencapai sekitar US$ 3 triliun. Pada 2030, besaran ekonomi halal dunia diperkirakan akan mencapai US$ 4,96 triliun.
Popularitas produk halal, Sri Mulyani beranggapan, datang dari pola konsumsi masyarakat global yang kini cenderung lebih awas terhadap kesehatan, kebersihan, dan etika produksi. Menurut Sri Mulyani, manfaat produk halal tidak hanya terbatas pada alasan agama saja.
“Kita semua harus menyadari bahwa keuntungan mengadopsi prinsip-prinsip halal tidak terbatas hanya pada larangan agama saja,” kata dia.
Sri Mulyani menekankan, berbagai strategi ini tentu tidak akan mudah dilaksanakan, jika permasalahan yang selama ini mengakar di negara-negara Islam belum selesai untuk mengembangkan industri halal, misalnya terjadinya fragmentasi lembaga halal, hingga kurangnya standarisasi sertifikasi.
“Serta masih kurangnya pengetahuan auditor halal mengenai kepatuhan terhadap standar syariah, rendahnya aliterasi halal, kurangnya penelitian dan pengembangan, tidak adanya lembaga sertifikasi internasional, dan kurangnya pendanaan halal,” tegasnya. (Mg 05)