Aulanews.id – Asosiasi Penambang Tanah Pertiwi (ASPETI) menggelar acara Forum Group Discussion (FGD) dengan tema Kutukan Sumber Daya Alam di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat.
Dalam acara tersebut, Ikatan Ahli Geologi Indonesia/IAGI), Yosef C.A. Swamidharma menyinggung soal kasus dokumen terbang yang diduga merugikan negara Rp 5,7 triliun.
Dia mengatakan bahwa kasus ini terjadi akibat belum adanya aturan turunan yang tuntas secara administratif, misalnya mekanisme lelang dan wilayah pertambangan sudah memiliki inventori, serta mekanisme penugasan untuk area-area yang belum memiliki data-data eksplorasi.
“Yang utama adalah niat baik, mekanisme diutamakan orang yang kompeten, dibuat transparan dengan cara direview oleh pihak lain, supaya lebih terbuka. Kalau ada kekurangan-kekurangan yang masih ada di-list-kan,” ujar Yosef melalui keterangannya, Jumat, 11 Agustus 2023.
“Hal ini proses maksimum yang harus dilakukan. Namun, kalau ada salah satu pihak yang memang dari awal sudah memiliki modus atau niat tidak baik dalam sistem, sebagus apapun sistem yang dibuat pasti gampang hancur. Yang paling penting adalah niat baik,” lanjutnya.
Disisi lain, Pelaku Usaha Pertambangan, Taruna Aji mengapresiasi FGD yang digelar ASPETI ini. Dia menambahkan bahwa tekait masalah tersebut, perlu dibicarakan terlebih dahulu bagaimana kepentingan bangsa dalam aktivitas pertambangan.
“Apabila berbicara filosofis, tanah ini ada sebelum adanya manusia. Kita dikutuk alam ini karena kita lupa adanya alam ini. Kita gali tapi tidak pernah memberi,” ucap Taruna Aji.
Sedangkan soal dokumen terbang, kata Taruna Aji, sudah ada dari 6-7 tahun lalu. Namun ini terjadi pada kerjasama business to business antara perusahaan pertambangan.
Adapun permasalahan dari kasus melibatkan perusahaan milik negara (BUMN).
Oleh sebab itu, Taruna Aji menilai bahwa permasalahan tersebut akan menjadi pekerjaan bersama yang harus diperbaiki.
“Semua pihak jangan ada arogansi, di instansi yang lain, memiliki kebersamaan untuk bangsa, itu aja kuncinya,” kata Taruna Aji.
“Kalau masih ada rasa modus-modus apapun sistem, tidak akan berjalan, pasti itu. Karena carut marutnya ini sesungguhnya masalah non teknis,” tambahnya.
Sedangkan Jeffisa Putra Amrullah mengatakan dibutuhkan pengawasan dari negara dan perlu adanya grand design mining. Kultur masyarakat juga perlu diperhatikan, karena kemiskinan itu juga besar.
“Negara harus hadir di masyarakat bawah. Terkait kasus dokumen terbang, PT KKP harus bertanggung jawab atas dokumen tersebut. Yang paling bertanggung jawab bukan ESDM tapi PT KKP,” tegasnya. (MEM)