Sehingga begitu terpilih, pertama yang ditegaskan adalah pentingnya komunikasi yang baik antar alumni untuk menciptakan kolaborasi yang lebih solid di masa depan.
Kemeriahan iven reuni yang dikemas dalam kegiatan seminar kebangsaan dan munas tersebut tentu tidak lepas dari pengalaman (success story) masing-masing individu saat berproses menjadi mahasiswa S1 dan menjadi anggota, kader dan pengurus PMII. Pengalaman saya pribadi, selepas ikut Masa Orientasi Anggota Baru (MAPABA) tahun 1995, saya ikut berkegiatan di PMII Fak. Hukum Unisma. Setelah beberapa saat dan sedikit tau seputar keorganisasian dan tata administrasi PMII, oleh para senior kami diminta untuk menghidupkan PMII di Fakultas Teknik dimana saya studi.
Setelah selesai ‘magang’ di rayon al Hikam Fak. Hukum dan melakukan kaderisasi di rayon al Hasanah Fak. Teknik, sahabat sahabat PMII Unisma memberi amanat kepada saya sebagai Ketua Komisariat PMII Unisma tahun 1997-1998, atau ketua komisariat yang ke-10 sejak PMII Unisma didirikan pada 1987. Ketua yang pertama adalah sahabat (alm) M. Khudlori.
Seorang dosen Unisma yang pernah menjabat pimpinan daerah di Kota Batu). Seingat saya terpilih ketua komisariat dalam forum Rapat Tahunan Komisariat (RTK) di sekitar bulan nopember tahun 1997.
Momen itu saat kami mendapat amanah di komisariat berbarengan dengan peristiwa penting nasional yaitu reformasi 98, yang diawali salah satunya krisis ekonomi 97. Saya masih ingat bersama sejumlah kawan kami sempet jualan beras, atau lebih tepatnya mendistribusikan beras saat itu ke sejumlah dosen di Unisma, karena saat itu sembako harganya melangit.
Era reformasi 98 identik dengan demonstrasi. Awalnya beberapa kampus ternama agak sungkan untuk ngawali demonstrasi secara masif. Seingat saya Unisma yang ikut memulai demo-demo, bahkan jauh sebelum peristiwa tahun 98 ini. Sehingga nyaris beberapa bulan di tahun 98 itu, kami terutama yang aktivis—melalui hari-hari kami dengan demonstrasi. Ada yang menggunakan nama Forum Komunikasi Mahasiswa Malang (FKMM), atau langsung menggunakan ‘baju’ organ masing-masing organisasi mahasiswa ekstra kampus (omek). Selepas era 98 dan setelah menamatkan studi di Unisma saya melanjutkan ‘karir’ sebagai aktivis PMII hingga level PMII Jatim.
Kembali ke topik reuni PMII tersebut. Dapat saja kemudian kita bertanya, Sebenarnya acara ini apakah hanya menjadi rutinitas pertemuan periodik ataukah mampu memberi sumbangsih untuk kemajuan komunitas secara lebih luas. Lalu pertanyaannya, jika tuntutannya harus memberi sumbangsih kemajuan, apa ukurannya? Dalam hal ini tentu sangat debatable. Tapi menurut saya paling tidak ada beberapa ukuran, misalnya; kesejahteraan ekonomi, akses pendidikan dan kesehatan, serta kualitas infrastruktur dan ekosistem sosial lainnya. Jika demikian, sejauhmana sumbangsih alumni dari korp pergerakan ini untuk berkontribusi dalam pengembangan sosial sekitar, sesuai peran yang diemban masing-masing.