Aulanews.id – Gerakan Pramuka atau Praja Muda Karana di Indonesia secara resmi mulai diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada 14 Agustus 1961. Pramuka Indonesia diprakarsai oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Awal terbentuknya Pramuka di Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi milik Belanda bernama Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di Bandung pada 1912.
Empat tahun setelahnya, Mangkunegara VII juga membentuk organisasi kepanduan pertama yang bernama Javaansche Padvinder Organisatie (JPO).
Lahirnya JPO menjadi pemicu munculnya gerakan nasional lain yang sejenis, seperti Hizbul Wahton (HM) pada 1918, Jong Java Padvinderij (1923), dan Nationale Padvinders.
Melihat situasi ini, Belanda pun mulai melarang keberadaan organisasi kepanduan di luar kepemilikan mereka menggunakan istilah Padvinder.
Seiring berjalannya waktu, antara tahun 1928-1935, gerakan kepanduan Indonesia semakin marak, seperti Pandu Indonesia, Padvinders Organisatie Pasundan, Pandu Kesultanan, Sinar Pandu Kita, dan Kepanduan Rakyat Indonesia.
Untuk menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) menyelenggarakan acara perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem (PERKINO) di Yogyakarta pada 19-23 Juli 1941.
Setelah Indonesia merdeka, beberapa tokoh kepanduan berkumpul di Yogyakarta dan mengadakan kongres pada 27-29 Desember 1945 di Surakarta.
Kongres ini melahirkan Pandu Rakyat Indonesia (PRI) pada 28 Desember 1945, sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang diakui pemerintah. Namun, saat Belanda kembali datang ke Indonesia, PRI dilarang dan resmi dicabut pada 6 September 1951.