Aulanews.id – Banyak pejabat yang menyebut bukan orang Indonesia jika belum berziarah ke Makam Bung Karno (MBK). Tempat peristirahatan terakhir Sang Proklamator ini awalnya bernama “Taman Bahagia”.
Dalam buku Makam Bung Karno koleksi Perpusnas BK ditulis, sejarah MBK di Kelurahan Bendogerit, Sananwetan Kota Blitar ini adalah awal Pemerintahan Kota Blitar yang masih diwarnai dengan semangat juang yang kuat. Semangat ini juga didorong kunjungan pertama Bung Karno di tahun 1950.
Dalam kunjungan itu, Bung Karno sempat berpidato di Alun-Alun Blitar dengan menjelaskan perlunya dibangun Taman Makam Pahlawan (TMP). Lokasi khusus para pahlawan yang gugur dan jenazahnya tersebar di berbagai tempat.
Melalui musyawarah bersama antara Bapak Darmadi Bupati Pemerintah Kabupaten Blitar dan Bapak Supardi Wali Kota Blitar serta para sesepuh Blitar antara lain Bapak dan Ibu Wardoyo (Kakak Bung Karno), Bapak Kartowibowo, Bapak Pramoesoedirdjo dan beberapa mantan Tentera Pelajar menyepakati akan rencana pembangunan TMP yang mengambil sebagian tanah yayasan perkumpulan kematian “Mardi Mulyo” di Karang Mulyo Bendogerit Blitar. Kelak setelah terwujud, lokasi pemakaman itu dinamakan dengan “Taman Bahagia”.
Ketika Ibunda Bung Karno, Ida Ayu Nyoman Rai wafat pada tanggal 12 September 1958, saat meninggal sampai pemakamannya ditunggui oleh Bung Karno dan tamu-tamu dari pusat. Saat itulah lokasi pemakaman itu ditetapkan dimakamkan di TMP “Taman Bahagia”.
“Itu karena ibunda Bung Karno oleh Bangsa Indonesia telah diterima sebagai Pahlawan yang melahirkan tokoh bangsa,” tutur Kabid Pengelolaan Destinasi Wisata pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Heru Santoso, pada Selasa (2021/12/14).
Ketika Bung Karno wafat pada tanggal 21 Juni 1970, atas keputusan Presiden Soeharto dimakamkan di tempat ini dengan alasan disandingkan dengan ibundanya. Saat itulah tampak pemandangan ratusan ribu rakyat di makam tersebut. Bahkan militer harus ekstra ketat dalam menjaga lautan manusia yang ingin merangsek mendekat, melihat, menyentuh peti jenazah Bung Karno.
Pada 22 Juni 1970 sekitar pukul 15.00 WIB, jenazah Bung Karno tiba di Pangkalan Udara Abdulrahman Saleh Malang. Upacara militer pemakaman dengan cepat dilakukan dengan Inspektur Upacara Jenderal Maraden Panggabean.
Pemakaman Bung Karno di Blitar ini sebenarnya tidak disetujui oleh pihak keluarga. Keluarga ingin mematuhi pesan Bung Karno agar setelah wafat nanti ingin dimakamkan di bawah pohon yang rindang dan gemericiknya air yang mengalir di bawahnya. Lokasi yang diinginkan Bung Karno itu disebut berada di daerah Periangan. Kemungkinan yang dimaksud Bung Karno adalah di Istana Batu Tulis, daerah Bogor.